Ulasan tentang Jurnal Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara

Climate4life.info - Artikel ini mencoba mengulas jurnal tentang Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara. Jurnal lengkap Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara dapat diakses pada laman Jurnal MIPA Unsrat Online.


Identitas Jurnal


  • Judul : Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara   
  • Penulis : Novvria Sagita, As’ari,  Wandayantolis
  • Penerbit : Jurnal  MIPA UNSRAT Online
  • Edisi : Volume 2 No. 2 Agustus  2013



Abstrak 

Abstrak dalam Jurnal Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara ini ditulis dalam dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Para penulis menyebutkan tujuan penelitiannya adalah membuat peta distribusi  spasial  periodisitas  spektral  curah  hujan  yang ada di  Sulawesi Utara. 

Dengan demikian dapat  dianalisis  fenomena  cuaca  yang  berperan mempengaruhi pola  curah  hujannya.  Hasil  penelitian  menurut para penulis menunjukkan  bahwa pola hujan di Sulawesi  Utara  dapat diklasifikasikan  menjadi  2  tipe  periodisitas  curah  hujan  yang  memiliki  kekuatan  kerapatan  spektral  tertinggi dengan periode 36 dasarian dan periode 18 dasarian. 


Latar Belakang 

Adanya fakta bahwa curah hujan yang variatif di Sulawesi Utara melatarbelakangi penulisan jurnal mengenai Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara ini. 

Menurut para penulis,  perlu dilakukan kajian untuk meneliti fluktuasi  curah hujan dengan menggunakan teknik spektral.  Analisis spektral digunakan untuk mengetahui periodisitas dari berulangnya data hujan. 

Analisis spektral merupakan suatu metode untuk melakukan transformasi sinyal data dari domain  waktu ke domain frekuensi, sehingga kita bisa melihat pola periodiknya untuk kemudian ditentukan jenis pola cuaca yang terlibat.



Data dan Metode 

Dalam menyusun Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara tersebut, Penulis menggunakan data curah hujan selama 10 tahun (2003–  2012) dari 10 pos pengamatan curah hujan yang ada di Sulawesi Utara. 

Data tersebut kemudian disusun dalam bentuk data deret waktu vertikal di software microsoft excel 2007. 

Untuk Data yang hilang (tidak teramati) diisi dengan nilai rata-rata bulan, misal data februari 2007 tidak  teramati  maka  diisi  dengan  data  rata-rata curah hujan (Ich) bulan Februari selama 10 tahun. 

Hasil pengolahan di atas lalu dimasukkan ke program Fast  Fourier Transform  (FFT) yang dijalankan pada software Matlab. Hasil  olahan  FFT  yang  dijalankan  di  software Matlab menghasilkan grafik Periodogram. Grafik  periodogram  dianalisis  untuk mengetahui  periodisitas  yang  memiliki  nilai kerapatan spektrum tinggi. 

Membuat  peta  distribusi  spasial  periodisitas spektral  yang  memiliki  nilai  kerapatan spektrum tinggi dengan software Arc Gis 9.3. Peta  distribusi  spasial  periodisitas  spektra dianalisis untuk menghasilkan kesimpulan.


Pembahasan 

Analisis  periodogram yang dikemukakan para penulis untuk data curah hujan di stasiun meteorologi Sam Ratulangi  menunjukkan bahwa terdapat  2  periodisitas  curah hujan yang memiliki nilai kekuatan kerapatan  spektral (KKS) yang tertinggi yaitu 36 dasarian dan tertinggi  kedua  yaitu  18  dasarian. 

Periode  dengan KKS tertinggi di stasiun meteorologi Sam Ratulangi menunjukkan periode data curah hujan yang paling sering  berulang, sebagaimana tersaji di bawah ini.

Periodogram curah hujan Stasiun Sam Ratulangi
Periodogram curah hujan Stasiun Sam Ratulangi

Para penulis kemudian melakukan analisis  yang  sama   pada periodogram pos hujan lainnya. Fungsi  dari  periodogram  menurut para penulis adalah  untuk  mengetahui  perulangan  frekuensi  atau  periode  yang  dominan  dari  suatu  deret  data.  

Periodogram  diaplikasikan  pada  suatu  data  curah  hujan  yang berbentuk  data  deret  waktu  dasarian.  Data  curah  hujan dasarian  Sulawesi Utara tersebut digunakan  sebagai  masukan  fungsi  t  pada  persamaan  deret  Fourier  yang  kemudian  di  transformasikan  dalam  fungsi frekuensi.  

Pada klasifikasi  periode  dengan  kekuatan  kerapatan spektral  ke-1  terbagi  menjadi  2  tipe  yaitu  periode sinyal data 36 dasarian dan 18 dasarian. 

Tipe yang memiliki  periode  hujan  36  dasarian  yaitu  Sam Ratulangi,  Winangun,  Bitung,  Air  madidi,  Ratahan, Naha,  Tombatu  dan  Tanahwangko,  Tumpaan  dan Poigar.  

Periode  sinyal data  hujan 18 dasarian yang meliputi wilayah Tondano dan Kotabunan, seperti pada peta yang ditunjukkan para penulis di bawah ini.

Klasifikasi periodisitas dengan kekuatan  kerapatan  spektral


Pada klasifikasi periodisitas dengan kekuatan kerapatan spektral tertinggi ke-2 lebih banyak dari  pada  klasifikasi  kerapatan  spektral  tertinggi  ke-1,  hal ini disebabkan fenomena dan topografi masing-masing  pos  dan  stasiun  pengamatan  curah  hujan  berbeda antara yang satu dengan yang lain, sebagai berikut:
  • Tipe 3  sampai  11 dasarian meliputi Winangun, Poigar dan  Tombatu. Tipe 18 dasarian meliputi Naha, Ratahan,  dan  Tanahwangko.  
  • Tipe  36  dasarian  meliputi  Kotabunan dan Tondano. 
  • Tipe 60 dasarian meliputi  Samratulangi.  
  • Tipe  90  dasarian  meliputi  Bitung.  
  • Tipe 359 dasarian meliputi Airmadidi.

Penjelasan adanya tipe-tipe di atas, para penulis menyatakan sebagai berikut: 
  • Wilayah yang memiliki periodisitas curah hujan  3  sampai  11  dasarian  dipengaruhi  oleh  fenomena  osilasi Madden Julian karena siklus terjadinya MJO  kisaran  3  bulanan.  
  • Fenomena  osilasi  Madden  Julian  menyebabkan  adanya  konveksi  yang  kuat  dan berosiliasi bergerak dari wilayah barat ke timur.  Fenomena  osilasi  Madden  Julian  menyebabkan  curah  hujan  yang  tinggi  di  suatu  wilayah.  
  • Wilayah  yang memiliki periodisitas curah hujan 18 dasarian  atau  6  bulanan  dipengaruhi  oleh  fenomena  Zona  Konvergensi  Inter  Tropis  (ITCZ).  
  • Fenomena  ITCZ  memiliki siklus 6 bulanan karena dipengaruhi gerak  semu matahari. ITCZ bergerak dari selatan ke utara  dan  dari  utara  ke  selatan.  
  • Wilayah  yang  memiliki  periodisitas  curah  hujan  36  dasarian  dipengaruhi  angin  monsunal  yang  memiliki  grafik  curah  hujan  normal  bebentuk  seperti  huruf  “V”.  
  • Periodisitas  curah  hujan  60  sampai  110  dasarian  dipengaruhi  fenomena  Osilasi  dua  tahunan  (QBO),  dimana  siklus QBO adalahan kisaran 24 sampai 30 bulan.  QBO  disebabkan  oleh  osilasi  zonal  yang  berubah  secara  bergantian  dari  angin  baratan  ke  angin  timuran.

Kesimpulan 

Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan dalam Jurnal mengenai Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara, para penulis menyimpulkan sebagai berikut:
  • Dua  tipe  periodisitas  curah  hujan  yang  memiliki  kekuatan  kerapatan  spektral tertinggi dengan periode 36 dasarian (satu tahun)  yang  disebut  osilasi  tahunan  dan  periode 18 dasarian (setengah tahun) yang  disebut osilasi semi tahunan.
  • Lima  tipe  periodisitas  curah  hujan  yang memiliki  kekuatan  kerapatan  spektral tertinggi  ke  dua  dengan  periode   3-11 dasarian, periode 18 dasarian, periode 36 dasarian,  periode  60  -  110  dasarian  dan periode 359 dasarian.

Demikian ulasan  tentang Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara. Jurnal lengkap tentang Analisis Spektral Data Curah Hujan di Sulawesi Utara sebagai berikut.



--- Semoga bermanfaat ---

Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan dan digunakan untuk operasional blog ini.

Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

2 Comments

  1. Sekarang nihh hujan nya ngeri ngeri yaa, sampe banjirr dan bisa bahaya banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mas Bepe. Beberapa ahli menyebutkan kerusakan lingkungan menjadi salah satu pemicunya

      Delete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.