Climate4life.info - Artikel ini merupakan bagian kedua sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia, lanjutan dari sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia bagian pertama.
Pada bagian pertama sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia telah disebutkan bahwa secara resmi "Batavia Magnetisch en Meterologisch Observatorium" mulai beroperasi pada 1 Januari 1866 dengan melakukan pengamatan tiap jam.
Gambar di bawah ini merupakan situasi pada Kantor Batavia Magnetisch en Meterologisch Obsevatorium, yang terletak di sekitar Sungai Ciliwung wilayah Kwitang sekarang.
Gambar di bawah ini merupakan situasi pada Kantor Batavia Magnetisch en Meterologisch Obsevatorium, yang terletak di sekitar Sungai Ciliwung wilayah Kwitang sekarang.
Gambar 1. Kantor Batavia Magnetisch en Meterologisch Obsevatorium, sumber [1] |
Veldkamp [1] menyebutkan pada awal beroperasi Batavia Magnetisch en Meterologisch Observatorium masih menggunakan gedung sewaan. Hal ini berlangsung sampai tahun 1873.
Dr. Bergsma dalam buku laporan observasi "Batavia Magnetisch en Meterologisch Observatorium" volume 1 yang terbit tahun 1871 [2] menggambarkan situasi kegiatan yang dilakukannya yang menjadi sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia sebagai berikut:
- Gedung pengamatan terletak di pinggiran selatan kota Batavia berjarak 6,8 km dari pantai dengan elevasi 7 meter di atas permukaan laut. Dikelilingi kebun yang luas mencapai 20ribu meter persegi yang berisi pohon dan semak belukar.
- Gedung utama terdiri dari aula ditengahnya dengan 5 ruangan di sisinya. Aula dan 3 ruangan digunakan oleh para pegawai dan ruang lainnya digunakan keperluan Dr. Bregsma.
- Termometer dan psychrometer diletakkan pada sebuah saung berdinding bambu dengan atap rumbia di bagian barat dari gedung utama. Karena masih terdapat pohon-pohon maka anemometer di letakkan pada atap gedung pemerintah lainnya yang berjarak 1,44 km dari gedung pengamatan utama.
- Koordinat lokasi pengamatan adalah :
- Lintang : 60 11’ 0 LS
- Bujur : 7 jam 7 menit 19 detik BT dari Greenwich
- Personil yang melakukan pengamatan adalah Dr. Bergsma sendiri dibantu 7 orang jawa pribumi sebagai asisten. Pengamatan tiap jam dilakukan para asistennya sedang pengamatan magnet bumi oleh Dr. Bergsma.
Hasil pengamatan "Batavia Magnetisch en Meterologisch Observatorium" cukup menarik minat para meteorologis karena melihat perbedaan yang menyolok pada pola cuaca di Batavia yang beriklim tropis dengan iklim di Eropa.
Alfred Russel Wallace [3] mengungkap ulasan iklim tropis berdasarkan catatan tahun 1878, diantaranya perbandingan suhu udara di Batavia dengan London, seperti terlihat berikut.
Alfred Russel Wallace [3] mengungkap ulasan iklim tropis berdasarkan catatan tahun 1878, diantaranya perbandingan suhu udara di Batavia dengan London, seperti terlihat berikut.
Perbandingan suhu udara di Batavia dengan London [3] |
Pada tahun 1879 Dr. Bergsma berhasil mengorganisasikan suatu sistem pengamatan curah hujan di seluruh kepulauan yang menjadi titik baru sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia [4].
Stasiun pengamatan hujan tersebut mulai dirintis sejak tahun 1876 bekerjasama dengan berbagai kalangan dan kantor-kantor pemerintah Belanda lainnya [5].
Jaringan pos pengamatan hujan yang dihimpun oleh Dr. Bergsma tersebut, dipetakan oleh Theo Brandsma [6] seperti pada gambar di bawah ini.
Stasiun pengamatan hujan tersebut mulai dirintis sejak tahun 1876 bekerjasama dengan berbagai kalangan dan kantor-kantor pemerintah Belanda lainnya [5].
Jaringan pos pengamatan hujan yang dihimpun oleh Dr. Bergsma tersebut, dipetakan oleh Theo Brandsma [6] seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Sejarah cuaca iklim indonesia- jaringan pos hujan tahun 1879, sumber [6] |
Sampai dengan tahun 1879 sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia, khususnya pengamatan hujan masih terpusat di Jawa dan Madura.
Hal ini dapat diduga karena pada saat itu sentra pertanian dan perkebunan terbesar terdapat di Jawa kemudian di Sumatera.
Standar penakar hujan yang digunakan saat itu seperti terlihat pada gambar berikut.
Penakar hujan zaman Belanda [6] |
Tinggi penakar hujan tersebut adalah 1,2 m dari permukaan tanah dengan diameter corong sebesar 12 cm.
Penakar hujan dapat menampung hingga curah hujan sebesar 275 milimeter [6]. Data hujan yang terkumpul dari stasiun-stasiun pengamat hujan dikompilasi dalam kartu hujan sebagai berikut.
Kartu rekapitukasi laporan hujan zaman Belanda [6] |
Standar pencatatan [6] curah hujan pada kartu hujan di atas sebagai berikut:
- ― : tidak ada hujan;
- n.w. : tidak ada pengamatan hujan;
- * : akumulasi hujan dalam beberapa hari;
- † : periode pencatatan tidak dalam 24 jam;
- w.o. : data tidak lengkap, total curah hujan bulanan tidak dapat dihitung.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia dirangkum oleh Surjadi Wh. [5] sebagai berikut:
- Penggunaan alat pengamatan rekam seperti termograf dan termohigrograf: 1879
- Pengumpulan data pasang surut dan pengamatan angin dari kapal-kapal perang: 1883
- Pembangunan lima stasiun iklim (tidak diketahui lokasinya) yang dilengkapi alat rekam otomatis: 1890
- Pemasangan alat rekam meteorologi pada jalur gerhana: 1900
- Kelompok stasiun pengamatan untuk mempelajari iklim pantai, monsun, iklim gunung: 1911
- Pengamatan udara atas di Batavia: 1911
- Pelayanan cuaca penerbangan: 1930
- Perhatian terhadap prakiraan musim: 1930
- Pengamatan udara atas di Tarakan: 1911
- Pengamatan Radiosonde: 1948
- Indonesia menjadi anggota WMO: 1951
- Penerbitan buku Dasar-dasar Ilmu Cuaca: 1954
- Berdirinya Akademi Meteorologi dan Geofisika: 1955
- Mulai berdirinya stasiun klimatologi: 1962
- Stasiun meteorologi maritim pertama berdiri: 1962
- Stasiun meteorologi di Papua: 1963
- Operasionalisasi Daerah Prakiraan Musim (Sekarang Zona Musim /Zom): 1968
- Penerbitan buku standar normal iklim pertama (1931-1960): 1969
- Penerbitan peta standar normal hujan 1931-1960: 1975
- Mulai beroperasinya radar cuaca: 1984
- GAW Kototabang: 1995
- Pengamatan Ozon dan CO2: 1996
Demikian sejarah pengamatan cuaca dan iklim di Indonesia bagian kedua. Semoga bermanfaat.
REFERENSI:
- J. Veldkamp. 1984. History of Geophysical Research in The Netherlands and its former Overseas Territories.
- Dr. Bergsma. 1871. Observation Made At Magnetical and Meteorological Observatory volume 1.
- Alfred Russel Wallace. 2016. Tropical Nature and other Essays.
- Nature. 1909. Meteorology of the Dutch East Indies.
- Surjadi Wh. PUSTAKA CUACA. Kapan Pengamatan Cuaca Mulai Dilakukan Di Indonesia.
- Theo Brandsma. 2012. Daily Indonesian rainfall in the 1879–1916 period. International workshop on the digitization of historical climate data the new SACA&D databases and climate analysis in the Asian region.
0 Comments
Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.