BMKG: 2018 Merupakan Tahun Yang Lebih Panas Dan Lebih Kering di Indonesia

2018 Merupakan Tahun Yang Lebih Panas Dan Lebih Kering di Indonesia

Climate4life.info - Variasi cuaca dan iklim 2018 menunjukan bahwa Indonesia pada 2018 mengalami tahun yang lebih panas dan lebih kering dari normalnya.

Informasi ini terangkum dalam ikhtisar iklim 2018  BMKG berdasarkan data dari jejaring pengamatan cuaca dan iklim di seluruh Indonesia.

Rilis bertajuk 2018: Indonesia mengalami tahun yang lebih panas dan lebih kering disampaikan oleh Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim - Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG, Dr. Indra Gustari. 

Dalam rilis tersebut disajikan  ikhtisar cuaca dan iklim 2018 yang dibandingkan dengan rata-rata atau normalnya.

Ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai anomali atau penyimpangan kondisi cuaca dan iklim 2018 tersebut.


Ikhitisar Cuaca dan Iklim 2018

Anomali Suhu Udara 2018

Cuaca dan iklim 2018 untuk unsur suhu udara, secara umum Indonesia mengalami kondisi yang lebih panas dibandingkan normal atau rata-ratanya. Penyimpangan (anomali) suhu rata-rata tahunan secara nasional tercatat mencapai 0.4 °C lebih tinggi dari normalnya.

Daerah dengan penyimpangan suhu positif atau mengalami suhu udara yang lebih panas dari normalnya adalah Kupang. Anomali suhu udara di Kupang mencapai  1.05 °C  lebih tinggi dari normalnya.

Selain daerah yang mengalami anomali suhu positif atau penyimpangan suhu yang lebih panas dari rata-ratanya, terdapat pula daerah dengan suhu yang lebih rendah atau lebih dingin dari normalnya.

Anomali suhu  negatif terpantau di Tual dengan anomali sebesar -0.37 °C,  yang berarti lebih dingin dari biasanya.




Anomali Curah Hujan 2018

Anomali negatif curah hujan atau lebih rendah dari biasanya juga mewarnai dinamika cuaca dan iklim 2018. Secara keseluruhan curah hujan di Indonesia pada 2018 lebih kering dibanding normalnya.

Hal ini berdasarkan data pengamatan curah hujan pada 91 stasiun cuaca dan iklim dengan series data yang panjang.


Data dari stasiun-stasiun tersebut menunjukkan bahwa kondisi curah hujan 2018 lebih rendah dibanding normalnya. Anomali curah hujan negatif ini tercapat pada 81% stasiun pengamatan cuaca dan iklim.

Secara nasional, akumulasi curah hujan sepanjang tahun 2018 adalah sebesar 87 % dibanding normalnya. Artinya akumulatif curah hujan 2018 di Indonesia berkurang atau lebih rendah 13 % dari normalnya. 

Menurut catatan BMKG daerah dengan anomali curah hujan hujan tertinggi terjadi di Blang Bintang, Aceh. Anomali curah hujan pada daerah tersebut mencapai 173 %. Hal ini menjadikan Blang Bintang, Aceh sebagai daerah paling basah dalam dinamika cuaca dan iklim 2018.

Adapun daerah dengan curah hujan terendah dibanding normalnya atau mengalami anomali hujan paling kering pada 2018 adalah Medan yaitu sebesar 56 %. Dengan demikian variabiltas cuaca dan iklim 2018 di Medan ditandai kehilangan hujan yang mencapai 44 % dari normal iklimnya.

Secara umum, daerah yang mengalami kondisi hujan dibawah normal atau kondisi iklim yang lebih kering terdapat di Indonesia bagian selatan meliputi Sumatra bagian selatan, Jawa, Nusa Tenggara.


Kondisi kering pada variabilitas cuaca dan iklim 2018 juga terlihat berdasarkan jumlah titik panas atau hotspot. Hotspot merupakan indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Data pengamatan BMKG menunjukkan jumlah hotspot sepanjang tahun 2018 mencapai 15.000 titik. Jumlah hotspot 2018 ini jauh  lebih besar dibandingkan dengan  hotspot 2016 dan 2017 yang tidak mencapai 5.000 titik.





Faktor anomali iklim
Umumnya  kondisi suhu udara yang lebih panas dan curah hujan di Indonesia berkaitan dengan munculnya fenomena El Nino.

Sebagaimana yang terjadi  pada tahun 1997 dan 2015 di mana curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang secara signifikan.


Tentang El Nino dapat di baca pada:

*****

Demikian sobat ulasan yang bersumber dari rilis BMKG mengenai kondisi cuaca dan iklim 2018 di Indonesia yang lebih panas dan lebih kering.

Semoga bermanfaat.

Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan dan digunakan untuk operasional blog ini.

Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

13 Comments

  1. Pantas saja ya, Bang, selalu terasa panas meskipun di luar mendung/hujan. Dulu-dulu kalau hujan kan biasanya melungker dalam selimut, sekarang-sekarang ini malah tidur di lantai plus kipas angin masih jalan huhuhu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Daerah NTT yah mba. Memang 2018 terlihat suhu di sana lebih panas. Akan lebih terasa pada Januari

      Delete
    2. Untuk daerah Makassar suhunya seperti apa Mas?

      Delete
    3. Makassar saya cek dulu datangnya bang hehehe

      Delete
    4. Betul ... Januari kemarin itu biarpun hujan tapi tetap panas ... sekarang agak mendingan terlebih pas angin-angin sebelum Imlek kemarin :D

      Delete
  2. tapi yang katanya ada fenomena matahari lagi berada di titik terjauh dari langit sehingga membuat suhu di gunung menjadi minus gimana gan ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo suhu di Gunung minus yang rame kemaren karna intrusi dingin dari musim dingin di Australia mas

      Delete
  3. tahun kmaren memang berasa panas sekali sih, di dalam ruangan keringatan terus, sampe suka buka baju saya

    ReplyDelete
  4. anehnya, musim pana suhu seperti padang pasir, tapi seperti kutub saat winter

    # jadi follower

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo kejadian di US sana karena polar vortex mas

      Delete
  5. Baru nyadar, ternyata tahun 2018 kering dan lebih panas? Kalau orang awam, suka nggak sadar tentang perubahan iklim ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena selalu dalam ruangan yang ada ac mba hehehe

      Delete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.