Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris di dunia menemani Tiongkok dan India. Dengan produk pertanian utamanya adalah padi sawah.
Berdasarkan
rilis Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) luas
baku tanah sawah di Indonesia pada tahun 2019 adalah 7,49 juta hektar atau
tepatnya 7.463.948 hektar (Kompas.com). Jumlah yang masih cukup besar.
Melihat besarnya pertanian yang ada di dunia, ternyata pertanian sering sekali luput dari pandangan upaya melawan perubahan iklim.
Lorin Hancock dari World Wild Life menyatakan ada satu industri yang sering kita lupakan yang bertanggung jawab atas sekitar sepuluh persen emisi gas rumah kaca dunia: pertanian. Dan, jika pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya digabungkan dapat dilihat sekitar seperempat dari seluruh emisi gas rumah kaca yang ada berasal dari industri ini.
Emisi gas rumah
kaca (GRK) dari aktivitas manusia dan ternak merupakan pendorong signifikan
perubahan iklim. Gas rumah kaca akan menjebak panas di atmosfer bumi dan memicu
pemanasan global.
Sumber gambar: https://ccafs.cgiar.org/sites/default/ files/assets/docs/ au_policybrief_opportunitieschallenges.pdf |
Apa sih Pertanian Berwawasan Iklim (Climate Smart Agriculture)?
Pertanian Berwawasan Iklim (Climate Smart Agriculture) adalah sebuah pendekatan yang membantu memandu tindakan yang diperlukan untuk mengubah dan mengarahkan kembali sistem pertanian untuk mendukung pembangunan secara efektif dan memastikan ketahanan pangan dalam iklim yang berubah.
Beberapa hal yang dapat kita garis bawahi dalam PBI ini adalah memandu tindakan sistem pertanian, memastikan ketahanan pangan dan iklim yang berubah.
Karenanya, program ini berusaha untuk menangani tiga hal utama yaitu; meningkatkan produktivitas dan pendapatan pertanian secara berkelanjutan; beradaptasi dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim; dan mengurangi dan/atau menghilangkan emisi gas rumah kaca, jika memungkinkan.
Source: Presentation by Irina Papuso and Jimly Faraby, Seminar on Climate Change and Risk Management, May 6, 2013 (https://csa.guide/csa/what-is-climate-smart-agriculture) |
Tiga pilar yang menyusun Pertanian Berwawasan Lingkungan (PBI) ini adalah:
Produktivitas
PBI bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan dari tanaman, ternak dan ikan secara berkelanjutan, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Konsep kunci yang terkait dengan peningkatan produktivitas adalah intensifikasi berkelanjutan
Adaptasi
PBI bertujuan untuk mengurangi keterpaparan petani terhadap risiko jangka pendek, sekaligus memperkuat ketahanan mereka dengan membangun kapasitas mereka untuk beradaptasi dan sejahtera dalam menghadapi guncangan dan tekanan jangka panjang.
Perhatian khusus diberikan untuk melindungi jasa ekosistem yang disediakan ekosistem bagi petani dan lainnya. Layanan ini sangat penting untuk menjaga produktivitas dan kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Mitigasi
Di mana pun dan kapan pun memungkinkan, PBI harus membantu mengurangi dan/atau menghilangkan emisi gas rumah kaca (GRK). Ini menyiratkan bahwa kita mengurangi emisi untuk setiap kalori atau kilo makanan, serat, dan bahan bakar yang dihasilkan.
Bahwa kita menghindari deforestasi dari pertanian. Dan, komitmen untuk mengelola tanah dan pohon dengan cara yang memaksimalkan potensinya untuk bertindak sebagai penyerap karbon dan menyerap CO2 dari atmosfer.
Lalu apa yang membuat Pertanian Berwawasan Iklim ini berbeda?
CCFAS menjelaskan bahwa PBI ini mempertimbangan secara eksplisit risiko iklim yang terjadi lebih cepat dan dengan intensitas yang lebih besar daripada di masa lalu.
Risiko iklim baru, memerlukan perubahan dalam teknologi dan pendekatan pertanian untuk meningkatkan kehidupan mereka yang masih terkunci dalam kerawanan pangan dan kemiskinan dan untuk mencegah hilangnya keuntungan yang telah dicapai.
Pendekatan PBI memerlukan perhatian yang lebih besar dalam:
Cerita Keberhasilan Program Pertanian Berwawasan Iklim
Konsep pertanian yang ditawarkan program Pertanian Berwawasan Iklim ini sangat menjanjikan. Di satu sisi, keberlangsungan pertanian dapat dijaga sehingga juga akan menjaga ketahanan pangan.
Di sisi lain bagaimana program ini memberikan perhatian terhadap perubahan iklim sebagai akibat dari kegiatan pertanian dan dampak perubahan iklim yang akan mempengaruhi pertanian. Dan bonus lainnya adalah bagaimana program ini berusaha mensejahterakan dan menjaga ekosistem semua yang terlibat di dalam pertanian.
FAO telah mencatat beberapa kisah keberhasilan program Pertanian Berwawasan Iklim di di berbagai belahan dunia.
Dari Pegunungan Kilimanjaro, Afrika
Dari padang penggembalaan di Tiongkok
Dari para petani kecil di Kenya dan Tanzania, Afrika
• 300 kompor masak hemat energi untuk mengurangi deforestasi
• 44 pembibitan pohon
• 134.381 bibit dalam stok dan lebih dari 33.500 bibit pohon ditanam
• 235 teras didirikan untuk melestarikan tanah dan air
• 2 digester biogas untuk menghasilkan energi terbarukan dari kotoran sapi
Dari proyek kesiapan PBI di Malawi, Vietnam dan Zambia
Indonesia ternyata juga sudah mulai menerapkan Pertanian Berwawasan Iklim ini loh. Proyek Pertanian Berwawasan Iklim ini dilaksanakan FAO bekerjasama dengan KLHK di wilayah Kalimantan Selatan (Ditjen PPI).
Seringkali upaya pembukaan lahan pertanian menggunakan api karena dinilai cepat dan murah. Namun, dampak yang diakibatkan dari pembukaan lahan dengan cara ini sangat tidak baik. Mulai dari potensi tidak terkendalinya api sehingga terjadi deforestasi yang masif, hilangnya habitat penghuni hutan, memburuknya kualitas udara hingga sumbangan black carbon yang akan berkontribusi pada perubahan iklim.
Maka, tujuan utama dari proyek ini adalah mengurangi kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, upaya ini sekaligus dapat
meningkatkan hasil mata pencaharian pedesaan lokal melalui diversifikasi
peningkatan produksi pertanian.
Tantangan Pertanian Berwawasan Iklim
Dengan semua keuntungan dan kebaikan yang ditawarkan oleh Program Pertanian Berwawasan Iklim ini ternyata banyak hal yang masih menjadi tantangan di dalam penerapannya.
Kaptymer, Jemal dan Musa (2019),
memaparkan setidaknya ada delapan (8) hal yang menjadi hambatan penerapan PBI
ini di Afrika khususnya pada level petani kecil. Kedelapan hal tersebut adalah:
- Kurangnya pemahaman bagaimana mempraktikkan pendekatan-pendekatan yang ditawarkan oleh Program Berwawasan Iklim ini.
- Kurangnya data dan peralatan analisis iklim yang cukup memadai
- Kurangnya koordinasi, dukungan dan kerangka kebijakan yang memungkinkan
- Kesenjangan sosial ekonomi pada level bawah pertanian
- Keterbatasan akses dan finansial dalam memenuhi alsintan yang memadai
- Semakin berkurangnya pasokan tenaga pekerja
- Infrastruktur fisik dan sosial yang buruk
- Berkurangnya volume biomassa untuk mendukung agro-ekosistem
Implementasi Pertanian Berwawasan Iklim
Praktek implementasi PBI ini tentu berbeda-beda tergantung tempat dan budaya pertanian dimana dia akan diterapkan.
Dalam hal climate action, Indonesia sendiri memiliki Kalender Tanam untuk mendukung petani mengelola lahan pertaniannya. Kalender Tanam ini sedemikian rupa dibangun dan ditingkatkan terus seraya perubahan iklim telah mengikis kemampuan kearifan lokal yang sudah turun menurun digunakan oleh masyarakat Indonesia.
Pergeseran musim, meningkatnya
frekuensi kejadian iklim ekstrem seperti El Nino sering tidak tertangkap oleh
kearifan lokal yang ada.
Di Subang, Jawa Barat,
sebuah terobosan bernama “Saung Iklim” diujicobakan. “Saung Iklim” adalah salah
satu bentuk Aksi Berwawasan Iklim. Istilah “Saung Iklim” pada awalnya berarti
tempat di mana orang dapat belajar tentang penggunaan informasi iklim untuk
kegiatan pertanian dengan penggerak bernama “Tim Iklim”.
Dengan latar belakang penerapan Pertanian Berwawasan Iklim, “Saung Iklim” ini mencoba meningkatkan kapasitas pemangku kebijakan pada level distrik di Subang dan meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola resiko perubahan iklim melalui program pembangunan kapasitas.
Melalui “Saung Iklim” ini para petani belajar tentang
karakteristik iklim, pengelolaan pertanian, teknologi pemodelan tanaman dan
bagaimana mengaplikasikan informasi yang tersedia dari Kalender Tanam.
Untuk menjaga ketahanan pangan kita harus menjaga keberlangsungan pertanian. Di tengah kondisi iklim yang terus berubah, langkah adaptasi dan mitigasi adalah satu-satunya opsi. Pemahaman dan penerapan pertanian yang berbasis pengetahuan iklim dengan komitmen menjaga dari memburuknya perubahan iklim menjadi sebuah harapan akan masa depan.
Kita adalah generasi pertama yang merasakan perubahan iklim dan generasi terakhir yang akan melakukan sesuatu untuk menangkalnya, Barack Obama.
Referensi
- http://www.fao.org/sustainability/news/detail/en/c/1274219/
- https://properti.kompas.com/read/2020/02/04/135141121/luas-baku-tanah-sawah-nasional-746-juta-hektar
- https://www.worldwildlife.org/stories/a-wake-up-call-on-agriculture-s-role-in-climate-change
- https://ccafs.cgiar.org/sites/default/files/assets/docs/au_policybrief_opportunitieschallenges.pdf
- http://www.fao.org/climate-change/en/
- http://www.fao.org/climate-smart-agriculture/en/
- https://csa.guide/csa/what-is-climate-smart-agriculture
- http://www.fao.org/3/i3817e/i3817e.pdf
- https://ccafs.cgiar.org/climate-smart-agriculture-0
- http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/inovasi/15-program/59-climate-smart-agriculture-di-kalimantan-tengah
- Kaptymer, Jemal dan Musa. 2019.Climate Smart Agriculture and Its Implementation Challenges in Africa.
- Current Journal of Applied Science and Technology DOI:10.9734/cjast/2019/v38i430371
- https://www.apn-gcr.org/bulletin/article/climate-smart-actions-saung-iklim-for-smallholder-farmers-in-subang-district-west-java-indonesia/
0 Comments
Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.