Mengenal Climate Smart Agriculture - Konsep Pertanian Berwawasan Iklim

Konsep Climate Smart Agriculture - FAO


Climate4life.info - Mengenal "Climate Smart Agriculture" - Konsep Pertanian Berwawasan Iklim


Di dunia ini, luas lahan pertanian adalah sekitar lima miliar hektar atau 38 persen dari permukaan lahan yang ada. Sekitar sepertiganya digunakan sebagai lahan pertanian, sedangkan dua pertiga sisanya terdiri dari padang yang digunakan untuk penggembalaan ternak (FAO). 

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris di dunia menemani Tiongkok dan India. Dengan produk pertanian utamanya adalah padi sawah.



Berdasarkan rilis Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) luas baku tanah sawah di Indonesia pada tahun 2019 adalah 7,49 juta hektar atau tepatnya 7.463.948 hektar (Kompas.com). Jumlah yang masih cukup besar.

Melihat besarnya pertanian yang ada di dunia, ternyata pertanian sering sekali luput dari pandangan upaya melawan perubahan iklim.

Lorin Hancock dari World Wild Life menyatakan ada satu industri yang sering kita lupakan yang bertanggung jawab atas sekitar sepuluh persen emisi gas rumah kaca dunia: pertanian. Dan, jika pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya digabungkan dapat dilihat sekitar seperempat dari seluruh emisi gas rumah kaca yang ada berasal dari industri ini. 

Emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas manusia dan ternak merupakan pendorong signifikan perubahan iklim. Gas rumah kaca akan menjebak panas di atmosfer bumi dan memicu pemanasan global.


IPCC, 2007 melaporkan 14% GRK di dunia disumbangkan oleh sektor pertanian. Dan, sumbangsih terbesar sektor ini disumbangkan oleh pengolahan tanah yang menghasilkan N­0 sebesar 38%, gas methane dari sektor peternakan sebesar 32%, 12% lagi dihasilkan dari pembakaran biomassa, 11% dari produksi beras dan 7% lainnya dihasilkan dari pengelolaan pupuk.

Sumber gambar:
https://ccafs.cgiar.org/sites/default/ files/assets/docs/ au_policybrief_opportunitieschallenges.pdf


Walaupun memiliki peran yang cukup signifikan dalam memicu perubahan iklim, pertanian juga merupakan salah satu sektor yang rentan terhadap perubahan iklim. 


FAO menjelaskan bahwa perubahan iklim memiliki efek langsung dan tidak langsung pada produktivitas pertanian termasuk perubahan pola curah hujan, kekeringan, banjir dan redistribusi geografis hama dan penyakit. 

Sejumlah besar CO₂ yang diserap oleh lautan menyebabkan pengasaman, mempengaruhi kesehatan lautan kita dan mereka yang mata pencaharian dan nutrisinya bergantung padanya.

Melihat dampak dan peran pertanian pada perubahan iklim, FAO mencanangkan program Pertanian Berwawasan Iklim (Climate Smart Agriculture). Penasaran? Simak penjelasan lebih lanjutnya ya.

 

Apa sih Pertanian Berwawasan Iklim (Climate Smart Agriculture)?

Pertanian Berwawasan Iklim (Climate Smart Agriculture) adalah sebuah pendekatan yang membantu memandu tindakan yang diperlukan untuk mengubah dan mengarahkan kembali sistem pertanian untuk mendukung pembangunan secara efektif dan memastikan ketahanan pangan dalam iklim yang berubah. 

Beberapa hal yang dapat kita garis bawahi dalam PBI ini adalah memandu tindakan sistem pertanian, memastikan ketahanan pangan dan iklim yang berubah.

Karenanya, program ini berusaha untuk menangani tiga hal utama yaitu; meningkatkan produktivitas dan pendapatan pertanian secara berkelanjutan; beradaptasi dan membangun ketahanan terhadap perubahan iklim; dan mengurangi dan/atau menghilangkan emisi gas rumah kaca, jika memungkinkan.

Source: Presentation by Irina Papuso and Jimly Faraby, Seminar on Climate Change and Risk Management, May 6, 2013 (https://csa.guide/csa/what-is-climate-smart-agriculture)


Tiga pilar yang menyusun Pertanian Berwawasan Lingkungan (PBI) ini adalah:

Produktivitas

PBI bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan dari tanaman, ternak dan ikan secara berkelanjutan, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan ketahanan pangan dan gizi. Konsep kunci yang terkait dengan peningkatan produktivitas adalah intensifikasi berkelanjutan


Adaptasi

PBI bertujuan untuk mengurangi keterpaparan petani terhadap risiko jangka pendek, sekaligus memperkuat ketahanan mereka dengan membangun kapasitas mereka untuk beradaptasi dan sejahtera dalam menghadapi guncangan dan tekanan jangka panjang.

Perhatian khusus diberikan untuk melindungi jasa ekosistem yang disediakan ekosistem bagi petani dan lainnya. Layanan ini sangat penting untuk menjaga produktivitas dan kemampuan kita untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.


Mitigasi

Di mana pun dan kapan pun memungkinkan, PBI harus membantu mengurangi dan/atau menghilangkan emisi gas rumah kaca (GRK). Ini menyiratkan bahwa kita mengurangi emisi untuk setiap kalori atau kilo makanan, serat, dan bahan bakar yang dihasilkan.

Bahwa kita menghindari deforestasi dari pertanian. Dan, komitmen untuk mengelola tanah dan pohon dengan cara yang memaksimalkan potensinya untuk bertindak sebagai penyerap karbon dan menyerap CO2 dari atmosfer.


Lalu apa yang membuat Pertanian Berwawasan Iklim ini berbeda?

CCFAS menjelaskan bahwa PBI ini mempertimbangan secara eksplisit risiko iklim yang terjadi lebih cepat dan dengan intensitas yang lebih besar daripada di masa lalu.

Risiko iklim baru, memerlukan perubahan dalam teknologi dan pendekatan pertanian untuk meningkatkan kehidupan mereka yang masih terkunci dalam kerawanan pangan dan kemiskinan dan untuk mencegah hilangnya keuntungan yang telah dicapai.

Pendekatan PBI memerlukan perhatian yang lebih besar dalam:

1.  mengelola risiko iklim,

2. pemahaman dan perencanaan untuk transisi adaptif yang mungkin diperlukan, misalnya ke dalam sistem pertanian atau mata pencaharian baru,

3. memanfaatkan peluang untuk mengurangi atau menghilangkan emisi gas rumah kaca jika memungkinkan.

 

Cerita Keberhasilan Program Pertanian Berwawasan Iklim

Konsep pertanian yang ditawarkan program Pertanian Berwawasan Iklim ini sangat menjanjikan. Di satu sisi, keberlangsungan pertanian dapat dijaga sehingga juga akan menjaga ketahanan pangan. 

Di sisi lain bagaimana program ini memberikan perhatian terhadap perubahan iklim sebagai akibat dari kegiatan pertanian dan dampak perubahan iklim yang akan mempengaruhi pertanian. Dan bonus lainnya adalah bagaimana program ini berusaha mensejahterakan dan menjaga ekosistem semua yang terlibat di dalam pertanian.

FAO telah mencatat beberapa kisah keberhasilan program Pertanian Berwawasan Iklim di di berbagai belahan dunia.


Dari Pegunungan Kilimanjaro, Afrika

Di bawah Globally Important Agricultural Heritage Systems Initiative (GIAHS) FAO, kegiatan diujicobakan di 660 rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan tunai petani sambil menjaga integritas ekologi dan sosial dari sistem Kihamba.



Dari padang penggembalaan di Tiongkok

The Three Rivers Sustainable Grazing Project berupaya merestorasi padang rumput yang terdegradasi melalui pengelolaan padang rumput yang berkelanjutan termasuk pengurangan tekanan penggembalaan di daerah yang kelebihan stok, penaburan padang rumput yang lebih baik dan pengelolaan padang rumput yang lebih baik.

Ini dapat mengunci lebih banyak karbon di tanah dan biomassa, meningkatkan kapasitas tanah menahan air dan meningkatkan keanekaragaman hayati padang rumput. Potensi mitigasi tahunan rata-rata dalam 10 tahun pertama proyek ini diperkirakan setara 63.000 ton CO2 per tahun.



Dari para petani kecil di Kenya dan Tanzania, Afrika

Melalui Sekolah Lapang Petani (Farmer Field School), sekitar 2.500 petani di Tanzania dan Kenya – 46% di antaranya adalah perempuan, menerima pelatihan tentang Pertanian Berwawasan Iklim yang menghasilkan:

• 300 kompor masak hemat energi untuk mengurangi deforestasi
• 44 pembibitan pohon
• 134.381 bibit dalam stok dan lebih dari 33.500 bibit pohon ditanam
• 235 teras didirikan untuk melestarikan tanah dan air
• 2 digester biogas untuk menghasilkan energi terbarukan dari kotoran sapi
 


Dari proyek kesiapan PBI di Malawi, Vietnam dan Zambia

FAO bersama negara-negara mitra melaksanakan proyek “Pertanian Cerdas Iklim: menangkap sinergi antara mitigasi, adaptasi, dan ketahanan pangan“.

Ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas teknis, kebijakan dan investasi dari tiga negara mitra – Malawi, Vietnam dan Zambia – untuk memungkinkan peningkatan berkelanjutan dalam produktivitas dan pendapatan pertanian, ketahanan sistem pertanian dan pangan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan peluang untuk mengurangi dan menghilangkan GRK untuk memenuhi tujuan pembangunan dan ketahanan pangan nasional mereka.

Salah satu produk dari proyek ini adalah panduan Pertanian Berwawasan Iklim bagi para penyuluh pertanian.

Artikel terkait: Mengenal Sekolah Lapang Iklim BMKG, jembatan pemahaman cuaca dan iklim kepada petani alert-info

Menarik ya? Masih tertarik dengan cerita lainnya. Kalian bisa cek disini:
http://www.fao.org/3/i3817e/i3817e.pdf


Pertanian Berwawasan Iklim ini membawa angin segar untuk menjaga keberlanjutan pertanian dunia di tengah iklim yang berubah. Di Indonesia sendiri tantangan perubahan iklim dengan indikasi kejadian ekstrem yang menyebabkan kekeringan, banjir dan kondisi ekstrem lainnya semakin mengkhawatirkan. 

Di Indonesia sudah bukan berita baru jika petani mengalami gagal panen pada saat musim hujan karena banjir atau mengalami serangan hama dan kekeringan pada musim kemarau. Pada wilayah Indonesia yang rawan kebakaran hutan dan lahan, maka tantangan karhutlah adalah bonus yang tidak diharapkan.


Indonesia ternyata juga sudah mulai menerapkan Pertanian Berwawasan Iklim ini loh. Proyek Pertanian Berwawasan Iklim ini dilaksanakan FAO bekerjasama dengan KLHK di wilayah Kalimantan Selatan (Ditjen PPI).

Seringkali upaya pembukaan lahan pertanian menggunakan api karena dinilai cepat dan murah. Namun, dampak yang diakibatkan dari pembukaan lahan dengan cara ini sangat tidak baik. Mulai dari potensi tidak terkendalinya api sehingga terjadi deforestasi yang masif, hilangnya habitat penghuni hutan, memburuknya kualitas udara hingga sumbangan black carbon yang akan berkontribusi pada perubahan iklim.

Maka, tujuan utama dari proyek ini adalah mengurangi kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, upaya ini sekaligus dapat meningkatkan hasil mata pencaharian pedesaan lokal melalui diversifikasi peningkatan produksi pertanian.


Tantangan Pertanian Berwawasan Iklim

Dengan semua keuntungan dan kebaikan yang ditawarkan oleh Program Pertanian Berwawasan Iklim ini ternyata banyak hal yang masih menjadi tantangan di dalam penerapannya. 

Kaptymer, Jemal dan Musa (2019), memaparkan setidaknya ada delapan (8) hal yang menjadi hambatan penerapan PBI ini di Afrika khususnya pada level petani kecil. Kedelapan hal tersebut adalah:

  1. Kurangnya pemahaman bagaimana mempraktikkan pendekatan-pendekatan yang ditawarkan oleh Program Berwawasan Iklim ini.
  2. Kurangnya data dan peralatan analisis iklim yang cukup memadai
  3. Kurangnya koordinasi, dukungan dan kerangka kebijakan yang memungkinkan
  4. Kesenjangan sosial ekonomi pada level bawah pertanian
  5. Keterbatasan akses dan finansial dalam memenuhi alsintan yang memadai
  6. Semakin berkurangnya pasokan tenaga pekerja
  7. Infrastruktur fisik dan sosial yang buruk
  8. Berkurangnya volume biomassa untuk mendukung agro-ekosistem



Implementasi Pertanian Berwawasan Iklim

Praktek implementasi PBI ini tentu berbeda-beda tergantung tempat dan budaya pertanian dimana dia akan diterapkan.

Dalam hal climate action, Indonesia sendiri memiliki Kalender Tanam untuk mendukung petani mengelola lahan pertaniannya. Kalender Tanam ini sedemikian rupa dibangun dan ditingkatkan terus seraya perubahan iklim telah mengikis kemampuan kearifan lokal yang sudah turun menurun digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Pergeseran musim, meningkatnya frekuensi kejadian iklim ekstrem seperti El Nino sering tidak tertangkap oleh kearifan lokal yang ada.


Kendati sistem Subak di Bali masih begitu terjaga, pranata mangsa di beberapa daerah juga masih menjadi andalan, saat ini sudah banyak masyarakat yang walaupun tidak meninggalkan tetapi juga tidak sepenuhnya menerapkan.

Di Subang, Jawa Barat, sebuah terobosan bernama “Saung Iklim” diujicobakan. “Saung Iklim” adalah salah satu bentuk Aksi Berwawasan Iklim. Istilah “Saung Iklim” pada awalnya berarti tempat di mana orang dapat belajar tentang penggunaan informasi iklim untuk kegiatan pertanian dengan penggerak bernama “Tim Iklim”. 

Dengan latar belakang penerapan Pertanian Berwawasan Iklim, “Saung Iklim” ini mencoba meningkatkan kapasitas pemangku kebijakan pada level distrik di Subang dan meningkatkan kemampuan petani dalam mengelola resiko perubahan iklim melalui program pembangunan kapasitas. 

Melalui “Saung Iklim” ini para petani belajar tentang karakteristik iklim, pengelolaan pertanian, teknologi pemodelan tanaman dan bagaimana mengaplikasikan informasi yang tersedia dari Kalender Tanam.

Untuk menjaga ketahanan pangan kita harus menjaga keberlangsungan pertanian. Di tengah kondisi iklim yang terus berubah, langkah adaptasi dan mitigasi adalah satu-satunya opsi. Pemahaman dan penerapan pertanian yang berbasis pengetahuan iklim dengan komitmen menjaga dari memburuknya perubahan iklim menjadi sebuah harapan akan masa depan.

Kita adalah generasi pertama yang merasakan perubahan iklim dan generasi terakhir yang akan melakukan sesuatu untuk menangkalnya, Barack Obama.


Referensi

  • http://www.fao.org/sustainability/news/detail/en/c/1274219/
  • https://properti.kompas.com/read/2020/02/04/135141121/luas-baku-tanah-sawah-nasional-746-juta-hektar
  • https://www.worldwildlife.org/stories/a-wake-up-call-on-agriculture-s-role-in-climate-change
  • https://ccafs.cgiar.org/sites/default/files/assets/docs/au_policybrief_opportunitieschallenges.pdf
  • http://www.fao.org/climate-change/en/
  • http://www.fao.org/climate-smart-agriculture/en/
  • https://csa.guide/csa/what-is-climate-smart-agriculture
  • http://www.fao.org/3/i3817e/i3817e.pdf
  • https://ccafs.cgiar.org/climate-smart-agriculture-0
  • http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/inovasi/15-program/59-climate-smart-agriculture-di-kalimantan-tengah
  • Kaptymer, Jemal dan Musa. 2019.Climate Smart Agriculture and Its Implementation Challenges in Africa.
  • Current Journal of Applied Science and Technology DOI:10.9734/cjast/2019/v38i430371
  • https://www.apn-gcr.org/bulletin/article/climate-smart-actions-saung-iklim-for-smallholder-farmers-in-subang-district-west-java-indonesia/

Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan dan digunakan untuk operasional blog ini.

Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

0 Comments