Ilustrasi konsep Metaverse Gambar: hp.com |
Climate4life.info - Apa Itu Metaverse dan Bagaimana Kaitannya Dengan Perubahan Iklim
Apa Itu Metaverse
Metaverse adalah dunia virtual yang dapat memungkinkan para pengguna untuk terhubung satu sama lain, kemudian berkomunikasi, bekerja, bermain, atapun berinteraksi seperti di dunia nyata. Istilah metaverse pertama kali diciptakan pada tahun 1992 oleh penulis fiksi ilmiah Neal Stephenson. Namun, sampai saat ini istilah metaverse belum didefinisikan secara pasti [1].
Secara ringkas, metaverse adalah konsep dunia virtual yang dapat dimiliki dan diisi dengan berbagai hal dan aktivitas yang beragam seperti dunia nyata. Konsep tersebut merupakan gabungan dari beberapa elemen teknologi, antara lain virtual reality (VR) dan augmented reality (AR).
Metaverse merupakan topik yang sedang ramai dibicarakan mulai dari pegiat teknologi hingga pelaku bisnis. Popularitas metaverse berawal ketika Mark Zuckerberg (CEO Facebook) mengumumkan bahwa perusahaan tersebut mengubah namanya menjadi Meta Platforms, Inc.
Popularitas Mark Zuckerberg dan ikon Facebook sebagai situs jejaring sosial paling penting membawa metaverse identik dengan banyak ide masa depan serta menjadi rebranding nama tersendiri.
Sebenarnya tanpa kita sadari aktivitasi kita telah masuk dunia metaverse. Jika pada awalnya konsep virtual adalah bermain game dan belanja daring, setelah adanya Covid-19 seluruh aktivitas kita banyak yang harus dilakukan secara virtual.
Rapat-rapat yang digelar secara daring, bekerja dari rumah dan terhubung secara daring dengan tim kerja hingga pelajar dan mahasiswa yang belajar dalam online class, adalah sebagian contoh dari konsep metaverse.
Metaverse dan Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan tantangan masyarakat dunia saat ini. Kenaikan suhu bumi yang secara cepat membawa dampak negatif pada berbagai lini kehidupan umat manusia.Artike terkait:
Perubahan iklim merujuk pada perubahan parameter iklim dalam jangka panjang. Sebab utama adalah pemanasan global yang bersumber dari faktor alami dan juga aktivitas manusia atau antropogenik.
Dunia tentunya harus bangkit dari ancaman krisis iklim. Adaptasi dan mitigasi merupakan bagian dari rencana aksi mengatasi perubahan iklim.
Metaverse ditawarkan sebagai salah satu upaya untuk mitigasi yang dapat mengurangi emisi karbon meski saat ini belum terlalu diperhitungkan. Industri internet dan perangkat lunak, atau sektor teknologi informasi yang merupakan penyokong metaverse, bukanlah sektor penghasil emisi terbesar [3].
Perkembangan zaman telah menggeser perilaku masyarakat umum hingga di bidang ekonomi beralih dari teknologi konvensional ke digital. Di Amerika, digitilasasi ini telah berhasil menurunkan CO2 perkapita mereka.
Grafik tren penurunan CO2 di Amerika Serikat. Gambar: https://www.statista.com |
Pada grafik di atas terlihat sejak tahun 2000 di mana industri berbasis internet mulai hadir, laju penurunan CO2 menjadi lebih cepat. Meski harus diakui, penurunan emisi tersebut juga didukung oleh berbagai kebijakan dari pemerintah seperti efisiensi bahan bakar dan juga pengalihan metode industri dari yang tinggi emisi menjadi yangf lebih ramah lingkungan.
Secara konkrit ketika metaverse menjadi sebuah pilihan utama dan menggantikan aktivitas fisik, beberapa hal yang berubah dan kemudian membantu mengatasi krisis iklim sebagai berikut.
Kantor fisik tidak ada lagi
Dengan metaverse kita dapat bekerja dari mana saja tanpa harus ke kantor. Penghematan listrik dan penggunaan air pada gedung kantor akan secara signifikan mengurangi penggunaan energi fosil.
Tentu saja hal ini merupakan hal baik dalam konsep mitigasi perubahan iklim.
Penurunan konsumsi bahan bakar
Dengan tidak perlu ke kantor maka terjadi pengurangan kendaraan dan transportasi yang biasanya digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor. Penurunan pemakaian bahan bakar akan signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Termasuk di sini adalah penerbangan yang disebut menyumbang 11 % emisi pada sektor transportasi baik untuk bisnis atau pariwisata [4].
Nirkertas
Dokumen, arsip dan surat menyurat secara digital secara signifikan mengurangi pemakaian kertas.
Satu ton kertas fotokopi atau setara 400 rim, membutuhkan energi 11.341 kilowatt-jam (jumlah energi yang sama yang digunakan oleh rata-rata rumah tangga dalam 10 bulan) dan produksi 5.869 pon gas rumah kaca (setara dengan enam bulan gas buang mobil) [5].
Tantangan Metaverse
Metaverse untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang mapan akan membutuhkan pembangunan infrastruktur yang kuat. Pada sisi ini metaverse menjadi tidak ramah lingkungan. Selanjutnya, sampah elektronik akan menjadi ancaman baru pada emisi karbon.
Interaksi metaverse secara streaming juga membawa emisi baru. Pilihan penggunaan SD dibanding HD akan lebih ramah lingkungan.
Referensi:
- https://www.researchgate.net/publication/358505001_Metaverse_Why_How_and_What/link/62053bb0afa8884cabd70210/download
- IPCC Synthesis Report 2014
- https://seekingalpha.com/article/4476384-metaverse-fights-climate-crisis
- https://venturebeat.com/2022/01/26/the-environmental-impact-of-the-metaverse/
- https://www.greenmatters.com/p/metaverse-environmental-impact
9 Comments
Lalu kaitannya dengan iklim apa ya mas? Sepertinya belum ditulis? Hehehe
ReplyDeleteBerarti intinya metaverse itu terdiri dari VR dan AR?
Maaf tadi keburu publish padahal belum selesai. Iya mba, demikian saya kutip dari beberapa sumber
DeleteAspek terdekat perubahan iklim dan metaverse adalah sumber energi listrik yang digunakan untuk menghidupkan puluhan ribu server. Apakah dengan membakar bahan bakar fosil atau tidak. Sepertinya makin kesini energi listrik diperoleh dari panel surya.
ReplyDeleteJika tidak ada kantor fisik maka mobilisasi turut menurun berimbas pada CO2 yang berkurang pula.
Menurut saya Metaverse bisa mendorong kearah positif mengenai perubahan iklim.
Trims tambahannya mas, semoga saja kebutuhan listriknya bukan dari pembangkit berbahan bakar fosil ya
DeleteVR adalah penemuan dan perkembangan teknologi yg cukup cepat. Kita lihat kedepannya bakal bagaimana hehe
ReplyDeleteKalo gaming tau banget nih soal VR
DeleteMetaverse kalau dimanfaatkan dengan baik tentunya berdampak positif buat lingkungan ya Pak. Yang paling penting, cara pemanfaatan teknologi metaverse harus diimbangi dengan pengetahuan yang cukup agar tidak salah dalam penerapannya.
ReplyDeletejadi ngerti tentang metaverse.....
ReplyDeletebermanfaat .....
Thank you for sharing
Walaupun aku belum terlalu mudeng ttg konsep metaverse ini bakal gimana ke depannya, tapi beberapa cara bekerja yg skr udah berubah ga lagi di kantor, itu udah mulai dirasakan di kantor suami. Akunya seneng juga, dia jadi LBH sering di rumah 😄. Trus pengeluaran kami utk bensin kendaraan jauh berkurang skr. Kendaraan masih dipake pas weekend doang palingan itu juga ga tiap saat. Tapi kalo utk wisata misalnya, aku ttp lebih suka ke tempatnya langsung drpd harus 'melihat' lewat metaverse 😂. Beda pasti rasanya.. 😅
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.