Climate4life.info - Penerapan prinsip-prinsip statistik dalam analisis klimatologi
Aliasing adalah efek yang tidak diinginkan yang terlihat dalam sistem sampel. Ketika frekuensi input lebih besar dari setengah frekuensi sampel, titik sampel tidak cukup mewakili sinyal input. Input pada frekuensi yang lebih tinggi ini diamati pada frekuensi yang lebih rendah. alert-info
Gambar (1a) adalah konteks pengambilan sampel reguler yang lazim dan (1b) konteks pengambilan sampel tidak teratur. Aliasing biasanya dibahas dalam kerangka temporal, tetapi transfer serupa dari informasi skala kecil (garis putus-putus) ke 'informasi' skala besar (garis padat) terjadi saat menganalisis data spasial.
Data Iklim dan Statistik
Iklim merupakan kumpulan data cuaca jangka panjang yang sangat banyak. Pengukuran suhu udara dan curah hujan harian saja, bersumber dari ribuan lokasi di seluruh dunia. Tentu saja akan menghasilkan jutaan data pengamatan setiap tahun.
Belum lagi pengamatan satelit dan model komputer dapat menghasilkan sejumlah besar informasi untuk dianalisis.
Dengan jumlah data yang sangat besar tersebut ahli iklim akan kesulitan untuk memberikan jawaban yang pasti ketika ditanya secara langsung, seperti misalnya apakah tahun depan kemarau akan lebih kering atau tidak.
Kesulitan tersebut umumnya terkait pemahaman yang kurang lengkap tentang sistem iklim dan juga terkait dengan ketidakcukupan data. Belum lagi sulitnya menganalisis skala spasial dan temporal yang relevan dari variabilitas iklim pada saat yang bersamaan.
Statistik dapat membantu dalam menjelaskan hubungan dan mengukur ketidakpastian dalam data iklim tersebut. Analisis statistik menyediakan metode objektif seperti analisis korelasi dan regresi untuk mengukur hubungan antara variabel iklim penting, misalnya kaitan radiasi matahari dengan tutupan awan.
Sistem iklim sangat kompleks dan banyak komponennya sehingga memerlukan pemahaman yang mendalam. Untuk itu, analisis statistik dan model sangat penting guna penyederhanaan yang lebih bermakna terhadap variabilitas sistem.
Metode Statistik Untuk Analisis Iklim
Analisis Runtun Waktu (Time Series Analysis)
Hampir semua data klimatologi dapat diurutkan sebagai deret waktu. Proses klimatologi terjadi pada rentang waktu yang luas (misalnya harian, sinoptik, tahunan, dll.). Analisis deret waktu memberikan kemampuan untuk mendeteksi, menggambarkan dan memodelkan variabilitas dan dampak iklim.
Jumlah nilai dalam deret waktu (n) dan interval pengambilan sampel atau langkah waktu (M; misalnya satu hari) menentukan durasi deret (nM) dan memberikan batasan kritis pada jenis informasi yang dapat diturunkan dari suatu runtun waktu.
Sebagai contoh analisis turbulensi atmosfer, langkah waktu 0,1 detik diperlukan untuk menyelesaikan semua skala mikro variabilitas dalam kecepatan angin dan variabel terkait seperti suhu dan kelembaban udara.
Jika langkah waktu yang digunakan tidak tepat, maka informasi yang bervariasi pada rentang waktu yang lebih pendek dapat muncul sebagai informasi pada rentang waktu yang lebih lama. Ini sebuah fenomena yang dikenal sebagai aliasing.
Menurut [2], untuk banyak studi iklim kita perlu meminimalkan efek aliasing tersebut. Untuk lebih memahami ketergantungan variabel iklim pada kekuatan yang berbeda, kita harus dapat menentukan seberapa besar variabilitas pada berbagai rentang waktu.
Estimasi varians yang terjadi pada frekuensi rendah dapat diselaraskan oleh varians alias dari frekuensi yang lebih tinggi.
Gambar 1. Contoh hipotetis aliasing dalam penampang spasial [1] |
Gambar (1a) adalah konteks pengambilan sampel reguler yang lazim dan (1b) konteks pengambilan sampel tidak teratur. Aliasing biasanya dibahas dalam kerangka temporal, tetapi transfer serupa dari informasi skala kecil (garis putus-putus) ke 'informasi' skala besar (garis padat) terjadi saat menganalisis data spasial.
Pada jaringan pengamatan klimatologi yang kurang rapat sangat rentan terjadinya masalah yang terkait dengan aliasing ini.
Sifat penting lain dari deret waktu adalah apakah deret itu bersifat stasioner atau tidak stasioner. Deret waktu non-stasioner memiliki sifat statistik (mean dan/atau varians) yang berubah seiring waktu. Karena sebagian besar deret waktu klimatologi memiliki siklus harian dan tahunan, sebagian besar data tersebut bersifat non-stasioner.
Grafik Data Iklim
Metode yang paling dasar namun cukup andal untuk analisis statistik adalah metode grafis. Plot deret waktu tradisional merupakan metode cepat untuk memvisualisasikan pola temporal dalam data, termasuk tren dan siklus.
Grafik runtun waktu tradisional juga dapat membantu mengidentifikasi diskontinuitas dalam data yang mungkin diakibatkan oleh faktor non-iklim seperti perpindahan stasiun (misalnya, perubahan elevasi stasiun sering terlihat baik pada deret waktu suhu udara dan curah hujan) atau perubahan instrumentasi.
Gambar 2. Contoh data grafik time series kecepatan angin yang diskontinu [3] |
Grafik di atas merupakan data kecepatan angin pada sebuah stasiun pengamatan di Kanada di mana terjadi perubahan ketinggan anemometer dari yang tidak standar (>10 meter) menjadi 10 meter.
Tentu saja, beberapa deret waktu dapat diplot pada grafik yang sama untuk memeriksa bagaimana variabel terkait dengan perubahan waktu. Plot deret waktu, seperti pendekatan 'ruang keadaan', sangat membantu dalam mengidentifikasi evolusi dan histeresis sistem.
Autokorelasi (Autocorrelation)
Scatterplot dari komponen lag runtun waktu mirip dengan diagram ruang keadaan dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara nilai yang berurutan dalam deret waktu tersebut. Korelasi antara nilai-nilai yang berurutan dalam satu waktu deret adalah properti yang dikenal sebagai autokorelasi temporal. Misalnya, menguji kecepatan angin dari pengamatan manual dengan otomatis.
Gambar 3. Scatterplot kecepatan angin dari dua jenis alat berbeda [4] |
Sebagian besar deret waktu iklim menunjukkan autokorelasi temporal, menghasilkan kecenderungan untuk nilai yang sama (di atas atau bawah rata-rata) terjadi secara beruntun. Metode ini bisa digunakan untuk menguji validitas dua peralatan yang berbeda.
Suhu udara setiap jam menunjukkan bentuk autokorelasi yang kuat, namun siklus diurnal suhu udara lebih tepat dianggap sebagai jenis non-stasioneritas karena menghasilkan perubahan sistematis dalam sifat statistik deret waktu. Hal ini karena nilai rata-rata suhu pada siang hari jelas berbeda dari nilai selama pukul 18.00.
Secara umum, sifat non-stasioneritas seperti pola diurnal dan siklus tahunan harus dihilangkan sebelum memperkirakan autokorelasi. Non-stasioneritas dalam mean dapat dihilangkan dengan mengurangkan nilai rata-rata untuk setiap jam atau hari dari deret waktu atau dengan memasang dan menghapus fungsi analitis, seperti deret sinusoida atau polinomial.
Cara paling alami untuk memvisualisasikan autokorelasi dalam deret waktu adalah dengan memplot autokorelasi sebagai fungsi "lag time", ini yang disebut sebagai fungsi autokorelasi.
Gambar 4. Autokorelasi data kecepatan angin [5] |
Fungsi autokorelasi (acf) dengan jelas menunjukkan jumlah persistensi dalam deret waktu dan juga mengungkapkan keadaan non-stasioneritas. Gambar 4, merupakan kajian tentang Sumber Daya Angin pada Lepas Pantai Barat Daya di Korea Selatan [5].
Pengukuran di HeMOSU-1 dipengaruhi oleh cuaca laut dengan variabilitas rendah. Adapun Gochang di pantai menunjukkan kecenderungan penurunan koefisien autokorelasi secara monoton sesuai dengan jeda waktu.
Sebaliknya, Julpo di pantai di dalam teluk yang terletak di bagian dalam di pedalaman menunjukkan periodisitas yang jelas selama 24 jam karena pengaruh sistem angin laut-darat. Dongho yang terletak di pintu masuk teluk juga memiliki periodisitas 24 jam, meskipun lebih lemah dari Julpo.
Hampir semua aksi yang diturunkan dari deret waktu klimatologi menunjukkan peluruhan yang stabil dengan jeda waktu, di mana jumlah waktu yang dibutuhkan fungsi autokorelasi untuk mencapai nilai mendekati nol menunjukkan berapa banyak 'memori' yang ditunjukkan sistem.
Kecepatan angin di banyak lokasi lintang tengah sering kali memiliki fungsi autokorelasi per jam yang mencapai nilai mendekati nol setelah kira-kira 36 jam. Padahal, kondisi yang mempengaruhi kecepatan angin 36 jam yang lalu hampir tidak berhubungan dengan kondisi saat ini yang mempengaruhi kecepatan angin.
Model Runtun Waktu (Time Series Models)
Jika variabilitas deret waktu klimatologis telah diidentifikasi maka selanjutknya analisis dapat dilakukan mengembangkan model matematis eksplisit untuk runtun waktu tersebut.
Model runtun waktu memberikan representasi ringkas dengan hanya berisi sedikit parameter, yang mungkin bertentangan dengan n nilai deret waktu asli. Maka, model deret waktu dapat dianggap sebagai 'proses pembangkitan' untuk data, memungkinkan nilai deret waktu yang tidak teramati dalam kondisi apa pun untuk disimulasikan.
Klimatologis terapan kemudian dapat menyimpulkan aspek statistik dari deret waktu yang tidak diamati seperti probabilitas suhu udara tiga hari berturut-turut yang memiliki di bawah O°C pada suatu tempat.
Salah satu metode yang berguna untuk pemodelan deret waktu adalah dekomposisi komponen. Sebagian besar deret waktu klimatologi dapat didekomposisi menjadi deret waktu aditif yang dapat berisi:
- tren linier,
- siklus tahunan,
- siklus diurnal,
- autokorelasi, dan
- komponen acak.
Memang tidak semua runtun waktu iklim mengandung semua komponen ini, tetapi banyak parameter iklim yang memilikinya seperti misalnya, data suhu udara per jam.
Sebagai contoh, deret waktu suhu udara rata-rata harian yang berisi tren linier panjang. Sebagian besar deret waktu suhu udara harian tersebut mengandung siklus tahunan berbeda yang terkait dengan siklus tahunan radiasi matahari. Selain itu, deret waktu suhu udara biasanya menunjukkan sejumlah besar autokorelasi.
Di bawah ini, time series suhu udara rata-rata harian dari Bloomington, Indiana. Deret waktu suhu udara Bloomington pada Gambar (5a) menunjukkan beberapa komponen yang dibahas di atas yaitu siklus tahunan, autokorelasi, dan komponen acak.
Siklus adalah bentuk non-stasioneritas dan dapat dimodelkan sebagai deret fungsi sinus dan kosinus yang juga dikenal sebagai harmonik dalam deret Fourier seperti pada Gambar (5b).
Gambar 5. Analisis model runtun waktu suhu udara (Allen Perry dkk) |
Gambar 5 di atas menyajikan grafik suhu udara rata-rata harian di Bloomington, Indiana, selama awal 1980-an terurai menjadi berbagai komponen:
- (a) deret waktu asli,
- (b) deret waktu asli dengan deret sinusoida yang dipasang pada siklus tahunan,
- (c) deret waktu sisa setelah menghilangkan sinusoidal, dan
- (d) deret waktu acak yang dihasilkan dari penghapusan komponen autoregresif dari deret waktu residual.
Model deret waktu tidak saja memberikan representasi konseptual yang berguna tentang variabilitas suhu udara, namun juga dapat digunakan untuk menghasilkan prakiraan probabilistik dan skenario perubahan suhu udara.
Deret waktu sintetis dapat berdurasi berapa pun, memungkinkan ahli iklim terapan untuk menyimpulkan sifat statistik dari deret waktu asli yang tidak diamati. Misalkan seorang ahli iklim tertarik untuk mempelajari kemungkinan dan dampak dari suhu udara yang sangat tinggi (misalnya suhu udara di atas 35°C selama lima hari berturut-turut).
Rangkaian waktu yang singkat seperti 5 tahun pada Gambar 5 tidak menunjukkan adanya kejadian suhu udara di atas 35°C tersebut.
Dengan menggunakan model deret waktu, variabilitas suhu udara selama beberapa ribu tahun pun dapat dihasilkan dan kemungkinan berbagai peristiwa ekstrem dapat dengan mudah diperiksa. Selain itu, model akan memberikan informasi tentang kapan sepanjang tahun peristiwa itu mungkin terjadi.
Penggunaan lain dari model deret waktu adalah untuk menghasilkan skenario perubahan iklim. Kondisi iklim yang mengandung peningkatan variabilitas dapat disimulasikan dengan memodifikasi standar deviasi deret acaknya.
Demikian pula, jika iklim suatu wilayah diharapkan menunjukkan lebih banyak persistensi di bawah skenario perubahan iklim, maka koefisien autoregresif dapat ditingkatkan dan sifat statistik dari deret waktu dapat diperiksa.
Analog historis variabilitas iklim masa depan juga dapat dimasukkan ke dalam berbagai elemen dalam model deret waktu. Misalnya, sifat statistik tahun dengan suhu udara di atas rata-rata dapat diperkirakan dan deret waktu dari kondisi anomali ini dapat disintesis.
Selain menghasilkan skenario (atau menjawab pertanyaan 'bagaimana jika'), model deret waktu juga dapat digunakan untuk menghasilkan prakiraan probabilistik. Dalam studi variabilitas polusi udara, sering kali kita perlu memperkirakan kemungkinan konsentrasi polutan melebihi standarnya.
Gambar 6. Probability density functions (PDF) ozon [7] |
Probability Density Functions (PDF) atau fungsi kepadatan probabilitas yang diamati dapat menjawab pertanyaan ini. Model deret waktu dapat menghasilkan PDF untuk hari apa pun dalam setahun atau jika data per jam digunakan dalam model, pdf untuk jam berapa pun hari apa pun dalam setahun dapat dibuat.
Selain itu, model deret waktu dapat menghasilkan PDF bersyarat yang tidak hanya memasukkan informasi tentang waktu dalam setahun, tetapi juga menggabungkan informasi tentang bagaimana kondisi masa lalu dapat mempengaruhi kondisi masa depan.
Dalam mempelajari ozon perkotaan, PDF bersyarat dapat menjawab pertanyaan berikut: 'Seberapa besar kemungkinan konsentrasi ozon 120ppb pada 9 Juli jika konsentrasi ozon maksimum harian pada 8 Juli adalah 119 ppb?'
Oleh karena itu, model deret waktu dan PDF bersyarat tidak hanya menghasilkan perkiraan probabilistik untuk mencapai konsentrasi ozon tertentu, tetapi perkiraan itu bergantung pada waktu dalam setahun dan konsentrasi ozon kemarin.
Pendekatan dekomposisi komponen berguna untuk berbagai variabel deret waktu dalam klimatologi terapan. Orang dapat membayangkan dekomposisi dan simulasi berguna yang memanfaatkan variabel hidrologi, radiasi matahari, energi angin, hari derajat, dan hampir semua variabel klimatologi lainnya.
Variabilitas antartahunan yang penting, tidak selalu perubahan sistematis, dalam suhu udara yang memiliki implikasi penting untuk penelitian klimatologi terapan. Selain itu, rata-rata global dan hemisfer mengabaikan distribusi spasial perubahan iklim dan variabilitas. Sering ada tahun-tahun dengan suhu atau curah hujan rata-rata global yang sangat mirip; namun, distribusi spasial dari variabel-variabel ini (dan dampak iklimnya) bisa sangat berbeda.
Oleh karena itu, ketika menggunakan analisis statistik dalam penelitian klimatologi terapan, seorang klimatologis harus mempertimbangkan tidak hanya kondisi 'rata-rata' di lokasi tertentu, tetapi juga variabilitas variabel klimatologi penting pada rentang skala temporal dan spasial yang luas.
Metode Domain Frekuensi (Frequency-domain Methods)
Pendekatan mendasar lainnya untuk analisis deret waktu adalah menganalisis data dalam domain frekuensi (Frequency-domain).
Pendekatan domain frekuensi mengubah data menjadi serangkaian fungsi periodik (misalnya sinus dan kosinus), masing-masing dengan amplitudo dan frekuensi yang khas. Frekuensi fungsi mewakili skala waktu (misalnya satu siklus per hari) dan amplitudo menunjukkan berapa banyak informasi (atau varians) dalam deret waktu pada skala waktu tersebut (Gambar 7).
Gambar 7. Spektrum amplitudo suhu udara harian di Bloomington, Indiana, (Allen Perry dkk) |
Pada Gambar 7 terlihat harmonik tahunan (pada satu siklus per tahun) memiliki amplitudo terbesar, akan tetap sebagian besar varians dalam deret waktu tersebar pada rentang rentang waktu yang luas yaitu dari satu siklus per 94 tahun hingga satu siklus per 2 hari.
Banyak analisis dalam klimatologi terapan dilakukan dalam domain frekuensi karena banyak dari proses pemaksaan yang dominan dalam klimatologi adalah periodik (misalnya siklus diurnal dan tahunan radiasi matahari).
Selain itu, banyak perhitungan domain waktu (misalnya estimasi fungsi autokorelasi, pemulusan deret waktu, dll.) menjadi lebih sederhana ketika data domain waktu ditransfer ke domain frekuensi.
Analisis Spasial (Spatial Analysis)
Banyak pertanyaan ilmiah yang menarik dapat dijawab melalui analisis deret waktu, maka analisis spasial dengan menggunakan data dari banyak lokasi berbeda dapat menjawab berbagai pertanyaan tambahan seperti, di wilayah mana yang memiliki potens energi surya atau angin.
Pengelolaan data spasial merupakan karakteristik penting dari sebagian besar data klimatologi akan tetapi banyak metode statistik yang tidak dikembangkan dengan mempertimbangkan data spasial. Oleh karena itu, banyak statistik umum seperti uji signifikasi tidak dapat diterapkan pada data spasial tanpa modifikasiterlebih dahulu.
Data iklim biasanya dikumpulkan dari berbagai sumber, seperti jaringan stasiun cuaca (data grid dari model komputer dan sensor satelit juga tersedia). Data dengan sebaran tidak teratur biasanya diinterpolasi ke grid reguler sebelum analisis spasial lebih lanjut. Interpolasi diperlukan baik untuk pemetaan maupun untuk menghindari pembobotan spasial yang tidak merata.
Pertimbangan Pemetaan (Mapping Consideration)
Konsep pemetaan yang dimaksud adalah analisis spasial dengan proyeksi peta pada permukaan bumi yang berbentuk bola. Pemetaan dan interpolasi spasial pada dasarnya terkait erat.
Perhitungan spasial paling mendasar yang dapat dilakukan dengan data iklim adalah perhitungan jarak. Pada banyak kasus, analisis klimatologi dilakukan pada area yang luas di permukaan bumi.
Jarak antara dua lokasi di bumi ditentukan oleh garis lintang dan bujurnya, tidak dapat diperlakukan sebagai planar misalnya sebagai jarak Euclidean dua dimensi atau dihitung dalam proyeksi peta. Jarak keduanya harus dihitung pada permukaan dari sebuah bola atau sebagai jarak lingkaran besar.
Gambar 8. Peta proyeksi pada model iklim global yang memperhitungkan kelengkungan bola bumi [7] |
Proyeksi jarak pada permukaan berbentuk bola dengan bentuk bidang jelas berbeda, di mana meningkatnya jarak antar lokasi pada permukaan bola. Kesalahan yang dihasilkan dari perhitungan jarak planar memiliki implikasi yang sangat penting untuk interpolasi spasial
Saat memetakan data iklim pada skala benua, belahan bumi, atau global, penting untuk melakukan operasi spasial tersebut dengan proyeksi pada permukaan bola (atau geoid), jika tidak operasi yang dilakukan dalam proyeksi peta akan salah.
Autokorelasi Spasial (Spatial Autocorrelation)
Salah satu sifat mendasar dari variabel klimatologi adalah koherensi spasialnya, yaitu seberapa cepat suatu variabel berubah dengan jarak dari suatu lokasi. Salah satu cara untuk menguji koherensi spasial adalah dengan memperkirakan korelasi suatu variabel yang diukur pada satu lokasi dengan data dari sejumlah lokasi.
Mengekspresikan korelasi ini sebagai fungsi jarak menghasilkan fungsi autokorelasi spasial. Hampir semua variabel klimatologi memiliki fungsi autokorelasi spasial yang meluruh dengan jarak ini. Dengan kata lain, lokasi terdekat memiliki variabilitas iklim yang lebih mirip daripada lokasi yang jauh.
Seberapa cepat fungsi autokorelasi spasial meluruh menunjukkan banyak hal tentang variabel iklim, bergantung pada:
- skala variabilitas spasial mendasar,
- apakah variabilitas iklim spasial diselesaikan dengan baik oleh jaringan stasiun, dan
- seberapa andal interpolasi spasial.
Selain itu, memperkirakan fungsi autokorelasi spasial menggunakan data per jam, harian, bulanan, dan tahunan dapat membantu menentukan skala waktu yang optimal untuk melakukan analisis spasial.
Dalam klimatologi, fungsi autokorelasi spasial diperkirakan menggunakan deret waktu dari sejumlah lokasi seperti data suhu udara bulanan dari sejumlah stasiun iklim selama periode 30 tahun. Jika deret waktu bersifat nonstasioneritas (misalnya siklus tahunan), maka fungsi autokorelasi spasial tersebut dapat menjadi bias.
Misalnya, dua lokasi mungkin menghasilkan autokorelasi spasial yang tinggi hanya karena keduanya memiliki nilai tinggi pada bulan Juli dan nilai rendah pada bulan Januari. Namun, pada titik waktu tertentu, pada lokasi tersebut mungkin tidak berperilaku dengan cara yang sama.
Seperti data deret waktu, data spasial harus menghilangkan semua sifat nonstasioneritas sebelum fungsi autokorelasi spasial diestimasi.
Pertimbangan lain, sejumlah variabel klimatologi juga memiliki fungsi autokorelasi spasial yang bergantung pada arah suatu sifat yang dikenal sebagai anisotropi. Sebagai contoh, suhu udara mungkin lebih berkorelasi tinggi di arah timur-barat daripada di arah utara-selatan.
Sekali lagi, informasi ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana ahli iklim dapat menyelesaikan variabilitas iklim spasial dengan baik. Misalnya dengan membangun kepadatan stasiun yang lebih besar di utara-selatan arah daripada di arah timur-barat.
Interpolasi Spasial (Spatial Interpolation)
Interpolasi spasial biasanya diperlukan untuk menganalisis variabilitas spasial penuh dari pengamatan klimatologi.
Meskipun interpolasi spasial sering digunakan untuk menghasilkan bidang grid (misalnya untuk perbandingan dengan keluaran model sirkulasi umum atau untuk pemetaan), semua peta isoline yang dihasilkan dari data pengamatan memerlukan interpolasi.
Secara umum, semua metode interpolasi spasial memperkirakan nilai suatu variabel pada lokasi yang tidak disampel dengan menggunakan kombinasi nilai pada titik-titik sampel.
Metode lain dari interpolasi spasial seperti "thin-plate splines" dan "triangular decomposition", diimplementasikan dengan cara yang berbeda, tetapi tetap juga merupakan fungsi dasar jarak.
Beberapa metode, seperti analisis objektif dan kriging, membuat penggunaan eksplisit fungsi peluruhan spasial (misalnya fungsi autokorelasi spasial atau variogram) untuk menentukan pembobotan spasial yang optimal.
Di wilayah yang kaya data, sebagian besar metode interpolasi spasial menghasilkan yang identik. Sebaliknya, pada wilayah yang miskin data dapat saja menghasilkan representasi spasial yang sangat berbeda.
Untuk itu, penting untuk mengungkapkan ketidakpastian yang terkait dengan interpolasi spasial, meskipun hal ini jarang dilakukan. Salah satu metode untuk mengungkapkan ketidakpastian spasial adalah metode resampling yang dikenal sebagai validasi silang.
Validasi silang melibatkan penghapusan bagian tertentu dari data dan mencoba memperkirakan nilainya menggunakan data yang tersisa.
Kesalahan yang berasal dari validasi silang, menunjukkan ketidakpastian yang terkait dengan interpolasi spasial data dari jaringan stasiun tertentu. Metode resampling lainnya, seperti sampel bootstrap dan jack-knife, juga memberikan ukuran ketidakpastian yang berguna untuk data iklim spasial.
Resume
Tujuan utama dari penerapan kaidah statistik adalah untuk meringkas dan mengukur hubungan dalam data iklim dan untuk menentukan ketidakpastian dengan hubungan-hubungan ini.
Selain ketidakpastian statistik, ahli iklim juga perlu mempertimbangkan ketidakpastian dari kesalahan pengamatan, seperti bias pengamat, perubahan praktik pengamatan (misalnya dari tengah malam hingga tengah malam hingga jadwal pengamatan pukul 07.00-19.00 untuk suhu maksimum dan minimum harian), perubahan instrumentasi, dan perpindahan stasiun (misal dari pusat kota ke lokasi bandara).
Kadang-kadang kesalahan ini dapat dikesampingkan dari data yang ada dengan teknik tertentu, tetapi banyak perubahan penting dalam praktik pengamatan menjadi tidak didokumentasikan dengan baik.
Ketidakpastian lain dengan data observasi terkait dengan keterwakilan spasial dan temporal dari himpunan pengamatan tertentu. Pengamatan suhu udara, misalnya, dapat digambarkan sebagai data 'titik' (berlawanan dengan data areal yang diperoleh dari pengamatan satelit); namun, suhu udara yang diukur di lokasi tertentu harus mewakili kondisi pada beberapa area.
Biasanya, suhu pada area ini meningkat ketika suhu udara dirata-ratakan sepanjang waktu. Suhu udara rata-rata tahunan akan lebih mewakili area yang lebih luas dibanding suhu udara per jam atau harian.
Demikian pula, keterwakilan temporal data terkadang sulit untuk dinilai. Pengamatan angin 'setiap jam' di AS, misalnya, biasanya dilakukan selama 5 menit pada akhir satu jam, bukan selama satu jam penuh dan dirata-ratakan.
Suhu udara rata-rata harian seringkali merupakan rata-rata sederhana dari suhu udara maksimum harian dan minimum harian, daripada rata-rata yang diambil sepanjang hari. Implikasi keterwakilan spasial dan temporal sangat penting untuk setiap analisis statistik dalam klimatologi.
Klimatologi adalah disiplin ilmu di mana sejumlah besar variabilitas baik spasial dan temporal diatur oleh hukum fisika (misalnya suhu udara menurun terhadap ketinggian karena prinsip termodinamika), maka pertimbangan ilmiah harus diutamakan daripada pertimbangan statistik dalam menganalisis data klimatologi.
Konsep signifikansi statistik kurang relevan dibandingkan dengan isu kepentingan ilmiah. Sebagai contoh, jika 87.600 (10 tahun X 365 hari X 24 jam) pengamatan konsentrasi polutan dan kecepatan angin menghasilkan koefisien korelasi (r) sebesar 0,1, korelasi tersebut akan signifikan secara statistik di hampir semua tingkat.
Korelasi 0,1 ini dianggap tidak memiliki urgensi ilmiah dalam klimatologi karena hanya 1 persen dari variabilitas polutan yang dapat dikaitkan dengan variabilitas kecepatan angin.
Dengan kata lain, hasil yang signifikan secara statistik belum tentu merupakan hasil yang penting secara ilmiah. Sebaliknya, analisis statistik yang tidak menghasilkan hasil 'signifikan' (karena ukuran sampel yang sangat kecil) mungkin penting secara ilmiah jika didukung oleh alasan fisik yang kuat.
Ahli iklim juga perlu berhati-hati saat menerapkan analisis statistik standar dan menafsirkan hasil terkait karena data klimatologi tidak sesuai dengan banyak asumsi statistik standar. Jarang ada data klimatologi yang diambil sampelnya secara acak atau independen satu sama lain.
Analisis klimatologi lebih banyak menggunakan data historis atau dari jaringan data yang ada. Sebagian besar data klimatologi tersebut adalah 'sampel kenyamanan' dan dalam prosesnya, pengambilan sampel tersebut tidak dapat dikontrol.
Oleh karena itu, metode statistik standar seringkali tidak tepat. Untuk itu penggunaan analisis data grafis secara kreatif, penggunaan metode alternatif, dan pengembangan metode baru penting untuk kemajuan klimatologi statistik.
Metode statistik digunakan untuk meringkas pola dalam data; namun, ringkasan yang paling berguna seringkali bukan rata-rata temporal atau spasial. Variabilitas iklim, dalam bentuk fluktuasi temporal dan variasi spasial, seringkali lebih penting daripada perubahan nilai rata-rata.
Referensi
Diterjemahkan secara bebas dari "Applied Climatology: Principles and Practice" by Allen Perry & Dr Russell Thompson.Sumber tambahan:
- https://www.researchgate.net/publication/250221624_Comparison_of_temporal_and_unresolved_spatial_variability_in_multiyear_time-averages_of_air_temperature
- https://journals.ametsoc.org/view/journals/clim/14/19/1520-0442_2001_014_3987_aqeote_2.0.co_2.xml
- https://journals.ametsoc.org/view/journals/clim/23/5/2009jcli3200.1.xml
- https://www.researchgate.net/figure/Scatterplot-of-wind-speed-from-the-two-weather-stations-at-the-t-10-min-sampling_fig11_328048598
- https://www.researchgate.net/publication/323284075_Comparative_Evaluation_of_the_Third-Generation_Reanalysis_Data_for_Wind_Resource_Assessment_of_the_Southwestern_Offshore_in_South_Korea
- https://www.researchgate.net/figure/Probability-density-functions-of-MDA8-ozone-concentrations-for-all-modeled-present-and_fig1_238497898
- https://www.pdfdrive.com/climate-change-the-science-of-global-warming-and-our-energy-future-e176359485.html
0 Comments
Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.