Kota Jakarta Tinggi Polusi, Adakah Solusinya?

Jakarta Berpolusi, Sudah Biasa?

Akhir Mei lalu 2023 merupakan awal ramainya keluhan masyarakat tentang kondisi udara kota Jakarta dan sekitarnya. Hal ini kemudian berdampak pada kesehatan masyarakat pada kategori rentan khususnya anak-anak.


Menurut laporan health.detik.com pada 6 Juni 2023 lalu, terjadi kasus sesak napas yang dialami seorang bayi akibat buruknya kualitas udara hingga harus dirawat inap dan mendapatkan pengobatan yang serius.

Kondisi kualitas udara yang kian memburuk hingga berada pada level beracun pada 17 Juni lalu akhirnya memberikan dampak kesehatan. Jika hal ini terus berlangsung maka dampak kesehatan yang terus memburuk dapat menyebabkan kasus kematian.

Gambar 1. Nilai Air Quality Index kota Jakarta dan sekitarnya pada 21 Juni 2023 masih dalam kategori Tidak Sehat. Jakarta menempati urutan ke-6 kualitas udara terburuk di dunia.

 
Kasus kematian anak akibat polusi udara diakui pertama kali di kota London pada 16 Desember 2020. Pengadilan Koroner (Coroner Court) Southwark di London memutuskan bahwa polusi udara "memberikan kontribusi material" terhadap kematian Ella Adoo-Kissi-Debrah (9 tahun) setelah mengalami serangan asma (bbc.com). 

Tidak hanya berdampak pada kesehatan anak-anak, tetapi telah banyak penelitian yang mengungkap hubungan polusi udara dengan peningkatan kejadian frekuensi penyakit tertentu hingga ke angka kematian. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan polusi udara khususnya di wilayah perkotaan bukanlah permasalahan yang sepele.

Kembali ke polusi udara sebagai pokok permasalahan. Dalam buku dengan judul Urban Climate, Oke (2017) menjelaskan bahwa solusi dari permasalahan polusi udara dapat dilakukan dengan tiga upaya, yaitu melakukan pengelelolaan terhadap emisi sebagai sumber polusi, mengelola paparan polusi terhadap populasi dan mengelola proses dilusi.



Pengelolaan Emisi

Atmosfer wilayah perkotaan tercemar oleh polutan udara yang berasal dari sumber industri dan proses pembakaran baik itu bahan bakar industri, kendaraan maupun rumah tangga. Polutan udara adalah substansi-substansi yang pada kadar konsentrasi tertentu akan menyebabkan gangguan pada makhluk hidup bahkan infrastruktur dan ekosistem.




Polutan udara terbagi ke dalam dua kategori yaitu polutan primer dan sekunder (Daly dan Zanetti, 2007). Polutan primer adalah polutan yang dipaparkan secara langsung ke atmosfer. 

Jenis polutan primer terdiri dari senyawa karbon (CO, CO2, CH4, dand VOC), senyawa nitrogen (NO, N2O, and NH3), senyawa sulfur (H2, S and SO2), senyawa halogen (klorida, florida dan bromide) dan Particulate Matters (PM10, PM2.5, PM1 atau aerosol).

Polutan sekunder merupakan polutan yang dihasilkan dari polutan utama. Polutan NO akan menghasilkan NO2 dan HNO3. Ozon (O3) dihasilkan melalui reaksi fotokimia antara nitrogen oksida dan VOC (volatile organic compounds. Asam sulfur yang terdapat di hujan asam merupakan hasil bentukan SO2 atau NO2. 

Reaksi antara asam sulfur ini dengan NH3 akan menghasilkan aerosol sulfat dan nitrat (contohnya ammonium (bi)sulfat dan ammonium nitrat). Polutan sekunder selanjutnya yaitu aerosol organic merupakan hasil reaksi VOC dari gas ke partikel. Selain itu, hasil reaksi fotokimia di atmosfer juga dapat menyebabkan kabut berwarna abu-abu kecoklatan yang disebut photochemical smog.

Kabut asap fotokimia ini merupakan hasil reaksi dari radiasi sinar ultraviolet di atmosfer yang tercemar hidrokarbon dan oksida nitrogen. Kabut iIni mengandung polutan udara antropogenik, terutama ozon, asam nitrat, dan senyawa organik. Kabut ini terperangkap di dekat tanah karena inversi suhu (Sher, 1998).

Polutan udara dapat menumpuk di lapisan perbatas perkotaan (Urban Boundary Layer) dan jika kondisi meteorologi yang tidak menguntungkan maka akan semakin memperburuk kualitas udara. Memahami siklus hidup polutan udara sangat penting untuk mengelola polusi udara di semua skala.

Hal ini termasuk tentang bagaimana memahami proses pembentukan polusi atau emisinya, penyebaran dan pergerakannya, serta transformasi dan bagaimana proses pembersihannya dari atmosfer.



Pengelolaan paparan polusi terhadap populasi

Berbeda dengan kondisi cuaca ekstrem atau peringatan bahaya meteorologi lainnya yang memungkinkan untuk dilakukan proses evakuasi. Proses evakuasi karena tingkat polutan udara yang tinggi bahkan ekstrem di wilayah perkotaan sulit dilakukan.

Meskipun upaya evakuasi pernah dilakukan pada tahun 2015 pada saat kebakaran hutan hebat melanda Kalimantan dengan menyediakan kapal perang Indonesia sebagai shelter evakuasi (liputan6.com) namun hal ini tidak dilakukan secara maksimal dan bukan solusi yang dapat bertahan lama.

Gambar 2. KRI 593 Banda Aceh yang pernah menjadi tempat evakuasi dampak polusi kebakaran hutan dan lahan


Solusi terbaik adalah untuk mencegah atau mengurangi sekecil mungkin besar paparan sampai terhadap populasi. Untuk mengurangi paparan, sumber polutan semestinya diletakkan jauh dari populasi yang mungkin terpapar.

Dalam hal ini penting untuk memperhatikan pola meteorologi di wilayah perkotaan dan faktor-faktor geografis yang mempengaruhinya.



Pengelolaan proses dilusi

Dilusi sederhananya adalah pengenceran. Pengenceran yang dimaksud adalah proses penurunan tingkat konsentrasi polutan udara. Secara alami proses penurunan konsentrasi polutan dapat dibantu oleh angin dan hujan.

Angin membantu proses pengaliran polutan dari wilayah sumber ke wilayah luar. Namun hal ini akan sangat sulit jika kekuatan angin tidak cukup kuat untuk melewati hambatan-hambatan geografis yang ada.

Misalkan pada wilayah perkotaan yang berada dekat dengan laut seperti kota Jakarta, proses pengaliran polutan akan terpengaruh oleh angin darat dan laut yang membuat polutan hanya berpindah lokasi tetapi tidak terdispersi. 

Hambatan geografis lainnya adalah pada wilayah lembah dengan bikut atau gunung sebagai halangan, jika angin tidak cukup kuat maka proses pengaliran polutan akan terhambat. 

Namun, jikapun cukup kuat maka polutan akan berpindah pada wilayah kemana arah angin bertiup. Skema dibawah ini akan menjelaskan bagaimana angin dan hambatan geografis dalam proses penurunan konsentrasi polutan udara.

Gambar 3. Skema pengaliran polusi udara oleh angin dengan hambatan geografis berupa gunung atau bukit yang direpresentasikan dengan Freud number (Fr). Juga sebagai deskripsi dampak polutan yang diakibatkan pada wilayah depan dan punggung gunung atau bukit. (Oke, et al., 2017. Chapter 12: Geographical Controls di dalam Urban Climates hal: 332-359)


Proses pengenceran konsentrasi polutan di udara adalah pada saat terjadi hujan yang disebut sebagai wet deposition. Sayangnya hanya partikel berukuran besar yang dapat diturunkan konsentrasinya oleh hujan (PM10) dan tidak berpengaruh besar pada partikel polutan berukuran kecil (PM<2.5) (Feng dan Wang, 2011).

Hujan dengan intensitas kecil atau dengan ukuran droplet yang kecil memberikan efek koagulasi daripada deposisi pada polutan. Hal inilah juga yang menyebabkan partikel berukuran kecil bertahan lebih lama di atmosfer. Selain kedua parameter natural ini, proses dilusi juga dapat dibantu oleh bentuk perkotaan (urban form) itu sendiri.

Bentuk perkotaan sebaiknya memberikan ruang pengaliran polusi udara untuk bisa keluar dari wilayah perkotaan. Bentuk perkotaan yang dapat menjadi salah satu saluran pengaliran ini adalah jalan. 

Meningkatkan ventilasi aliran udara yang dapat mentransfer polutan udara pada level jalan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu meningkatkan jarak antar bangunan, meningkatkan variasi ketinggian bangunan, dan mensejajarkan jalan-jalan dengan arah aliran angin. 

Lalu, bagaimana jika geometri jalanan yang ada sudah tidak dapat diubah lagi?

Gambar 4. Bentuk geometri jalan pada lingkungan yang berbeda ( Oke, et al., 2017. Chapter 15: Climate Sensitive Design di dalam Urban Climates hal: 432).


Tentu sangat sulit untuk mengubah geometri yang sudah terbangun di wilayah perkotaan. Salah satu jalan alternatif lainnya adalah dengan menggunakan elemen-elemen yang dapat mengurangi konsentrasi polusi udara.

Elemen-elemen ini antara lain adalah tumbuhan hijau dan fitur-fitur desain perkotaan yang menggunakan air sebagai elemennya seperti kolam atau air mancur (water spray, water fountain). Tentang elemen-elemen ini akan dibahas pada artikel selanjutnya ya.


Butuh solusi segera, kenapa tidak belajar dari Beijing dan Bangkok?

Tahun 2022, otoritas pemerintahan kota Beijing dengan bangga mengumumkan keberhasilannya dalam menurunkan tingkat polusi udaranya yang ditargetkan baru akan tercapai di tahun 2030 (climatechangenews.com).

Usaha yang dilakukan ini telah dimulai sejak sebelum berlangsungnya Olimpiade Beijing 2008 namun baru membuahkan hasil pada tahun 2022. Sebuah usaha yang panjang untuk memberikan warga kotanya udara yang bersih.

Peningkatan kualitas udara kota Beijing dilakukan dengan berbagai upaya. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain dengan mengatur regulasi standar emisi industry dan memberikan penghargaan kepada indsutri yang berhasil menjaga emisinya, mengganti penggunaan bahan bakar batu bara pada level rumah tangga dan memberikan akses subdisi terhadap penggunaan bahan bakar gas yang lebih bersih.

Pemerintah kota Beijing tidak hanya mengatur regulasi tetapi juga merangkul setiap pihak yang berperan dalam menyumbang polutan udara. Lain padang lain belalang, lain kota lain pula solusi yang diterapkan.

Pemerintahan kota Bangkok (Bangkok Metropolitan Administrator - BMA) membagi solusi penyelesaian permasalahan polusi udara kota Bangkok menjadi dua kategori yaitu solusi jangka solusi jangka pendek dan panjang.

Untuk solusi jangka pendek, beberapa hal yang dilakukan yaitu:
  1. Meningkatkan frekuensi pembersihan jalan dan penyiraman air untuk menjebak debu;
  2. Meningkatkan pos pemeriksaan dan melarang semua jenis mobil yang mengeluarkan asap hitam;
  3. Koordinasi untuk memfasilitasi kemacetan lalu lintas dan mempromosikan sistem angkutan umum;
  4. Melarang pembakaran sampah dan pembakaran terbuka;
  5. Mengontrol debu dari konstruksi Skytrain secara ketat;
  6. Mengontrol dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan debu dari konstruksi bangunan;
  7. Meningkatkan area Ruang Terbuka Hijau;
  8. Mengendalikan emisi polusi dari pabrik industri agar memenuhi standar; dan
  9. Mendistribusikan masker bedah dan informasi cara pencegahan PM2.5, khususnya untuk anak-anak, pasien, dan orang tua.
Nah, solusi ini terdengar lebih masuk akal kan dibandingkan dengan ditiup polutannya. Bayangkan berapa banyak blower yang harus digunakan.


Untuk solusi jangka panjang, BMA lebih menekankan pada regulasi dan mempromosikan fasilitas publik bagi warga kotanya melalui 5 hal berikut.
  1. Meningkatkan standar emisi polutan mobil dan kualitas bahan bakar;
  2. Mengembangkan jaringan sistem angkutan umum multi modul;
  3. Mempromosikan pemanfaatan sistem angkutan umum;
  4. Menyediakan gedung “Park&Ride” untuk mempromosikan sistem transportasi umum; dan
  5. Meningkatkan area Ruang Terbuka Hijau.

Jadi, perlu pemahaman permasalahan polusi udara yang tepat untuk mendapatkan solusi yang tepat sehingga masyarakat wilayah perkotaan dapat bernapas dengan udara yang bersih (dk).


Referensi:

  • https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6764461/kronologi-bayi-dirawat-gegara-sesak-napas-imbas-polusi-ugal-ugalan-di-dkihttps://www.bbc.com/indonesia/dunia-55363226
  • https://www.liputan6.com/news/read/2347334/tni-al-siapkan-kapal-perang-untuk-evakuasi-korban-asap
  • https://climatechangenews.com/2022/01/04/extraordinary-progress-beijing-meets-air-pollution-goals-coal-crackdown/#:~:text=The%20city%20authorities%20declared%20on,heavy%20industry%20and%20home%20heating.
  • Daly, A. and P. Zannetti. 2007. An Introduction to Air Pollution – Definitions, Classifications, and History. Chapter 1 of AMBIENT AIR POLLUTION
  • Eran Sher. 1998. Chapter 2 - Environmental Aspects of Air Pollution. Editor(s): Eran Sher. Handbook of Air Pollution from Internal Combustion Engines. Academic Press, 1998, Pages 27-41, ISBN 9780126398557, https://doi.org/10.1016/B978-012639855-7/50041-7.
  • Oke, T., Mills, G., Christen, A., & Voogt, J. (2017). Climate-Sensitive Design. In Urban Climates (pp. 408-452). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/9781139016476.016
  • Xinyuan, Feng dan Wang Shigong. (2011). Influence of different weather events on concentrations of particulate matter with different sizes in Lanzhou, China. Journal of Environmental Sciences. DOI: 10.1016/S1001-0742(11)60807-3

Climate4life.info mendapat sedikit keuntungan dari penayangan iklan dan digunakan untuk operasional blog ini.

Jika menurut anda artikel ini bermanfaat, maukah mentraktir kami secangkir kopi melalu "trakteer id"?

Post a Comment

2 Comments

  1. Apa Indonesia bisa menekan polusinya 😅? Aku masih berharap bisa, walopun jujur agak kurang yakin 😔🤧. Masalah sampah dibakar di jalanan umum aja udah kayak nyerah liatnya. Tetep aja itu pemilik sampah ga tau diri tetep bakar sampahnya.

    Ntah karena kualitas udara jelek atau memang anakku rentan , tapi THN ini aja udh 2x opnam dalam waktu deketan gara2 kena bronchio ... Waktu aku tanya dokter penyebabnya, jawabannya udara 😅. COVID dah dianggab endemi, tapi rasanya masker ttp harus terpasang :(

    ReplyDelete
  2. Untuk solusi jangka pendek di Jakarta sebaiknya apa ya bang day? Apa melarang pabrik beroperasi di daerah Jakarta? Nanti malah banyak pengangguran ya.

    Salut sama Beijing, target 2030 tapi tahun 2022 sudah bisa mengurangi polusi di kota tersebut.

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.