Udara Atas
Teori Parsel Udara
Umumnya kita menganggap bahwa udara hangat bergerak naik karena lebih ringan dibanding udara yang lebih dingin. Tetapi sebenarnya, perbedaan kerapatan saja tidak dapat menjelaskan mengapa udara yang lebih hangat bisa bergerak naik.
Dengan mengetahui konsep dasar dalam fisika, kita dapat menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Kita tahu udara hangat memiliki kepadatan yang lebih rendah dibandingkan dengan udara yang lebih dingin, dan dengan meningkatnya suhu maka kepadatan udara akan berkurang.
Meskipun demikian, kerapatan yang lebih rendah saja tidak akan dapat membuat udara yang lebih hangat dari sekitarnya dapat bergerak naik dengan sendirinya.
Mari kita buka pemahaman kita dengan Hukum pertama Isaac Newton, bahwa kecepatan suatu benda akan tetap konstan kecuali ada gaya lain yang diberikan pada benda itu. Artinya adalah "benda diam tetap diam dan benda bergerak tetap bergerak kecuali mendapat kekuatan atau gaya dari luar."
Inilah sebabnya mengapa berkurangnya kerapatan saja tidak cukup untuk menyebabkan udara naik. Harus ada gaya lain yang diberikan pada udara untuk memulai gerakannya.
Gaya itu adalah gravitasi.
Gravitasi menarik udara yang lebih dingin dan lebih padat ke permukaan bumi. Saat udara yang lebih padat mencapai permukaan bumi, ia menyebar dan menekan udara yang kurang padat.
Pada gilirannya, desakan udara dingin tersebut memaksa udara yang kurang padat naik dan bergerak ke atas, naik ke lapisan yang lebih tinggi.
Mekanisme bagaimana gaya gravitasi menjadi kekuatan luar yang menyebabkan udara hangat bergerak naik¹. |
Contoh sederhana, cara kerja balon udara. Nyala api digunakan untuk memanaskan udara di dalam balon, membuat udara menjadi kurang padat.
Di luar balon, udara yang lebih dingin dan lebih padat ditarik ke bawah oleh gravitasi dan memotong udara yang lebih hangat dan kurang padat yang terperangkap di dalam balon, menyebabkannya terangkat.
Teori berkaitan parsel udara ini memiliki beberapa asumsi:
Namun sesungguhnya di alam terdapat banyak hal yang berpengaruh pada sebuah kolom udara yang naik, karenanya asumsi di atas tidak akan selalu benar 100%.
Teori parsel ini meski terlalu menyederhanakan proses nyata di atmosfer, tetapi masih merupakan cara yang baik untuk memahami faktor utama bagaimana atmosfer menghasilkan beragam kondisi cuaca.
Stabilitas Atmosfer
Konsep parsel udara juga akan menentukan stabilitas atmosfer.
Jika suatu parsel udara yang bergerak naik kemudian suhunya turun menjadi lebih rendah dari suhu atmosfer sekitarnya, parsel tersebut akan menjadi lebih padat daripada lingkungan sekitarnya dan gravitasi akan memperlambat atau bahkan membalikkan kenaikan tersebut.
Ketika ini terjadi, ini menggambarkan atmosfer pada tingkat stabil.
Selanjutnya, meskipun parsel yang naik tersebut mendingin tetapi suhunya masih lebih tinggi dari atmosfer sekitarnya, parsel tetap kurang padat dibandingkan lingkungan sekitarnya dan akan terus naik.
Dalam hal ini, kita dapat menggambarkan atmosfer pada tingkat itu sebagai tidak stabil.
Berikut adalah ilustrasi untuk membantu dalam memahami stabilitas dan ketidakstabilan parsel. Mangkuk mewakili keadaan atmosfer. Bola merah melambangkan sebuah parsel udara.
Stabilitas Mutlak
Di atmosfer, jika sebuah parsel udara kembali ke ketinggian awalnya, maka atmosfer dianggap benar-benar stabil atau stabil mutlak.
Jika kita ilustrasikan sebagai berikut.
Ilustrasi stabilitas mutlak¹ |
Ketidakstabilan Mutlak
Dengan mangkuk terbalik, bola sekarang berada di atas mangkuk. Saat gaya diterapkan pada bola, bola mulai bergerak sendiri tanpa ada gaya tambahan yang diterapkan.
Ilustrasi tidak stabil mutlak¹ |
Stabilitas Netral
Pada permukaan datar, jika sebuah gaya diberikan pada bola, bola akan bergerak.
Setelah gaya dihilangkan, bola berhenti dan tetap pada posisi barunya. Di atmosfer, ini dianggap stabilitas netral.
Ilustrasi stabilitas netral¹ |
Ketidakstabilan Bersyarat
Mangkuk kaca terbalik memiliki sedikit depresi di mana bola berada. Jika gayanya tidak terlalu besar, bola akan kembali ke posisi semula, mirip dengan stabilitas absolut.
Namun, jika gayanya cukup kuat, bola akan bergerak ke atas dan keluar dari depresi dan terus bergerak dengan sendirinya.
Ilustrasi ketidakstabilan bersyarat¹ |
Pembentukan awan oleh parsel udara yang mengalami kondisi ketidakstabilan bersyarat³ |
Pengamatan Udara Atas
Pengamatan ini terutama dilakukan dengan bantuan radiosonde. Radiosonde berasal dari kata radio dan sonde.
Radio berarti sinyal yang berjalan di udara dengan frekuensi tinggi, sedangkan sonde itu artinya alat sensor.
Radiosonde adalah paket instrumen kecil yang dipasang di bawah balon yang diisi dengan hidrogen atau helium.
Pengamatan radiosonde secara teknis hanya menyediakan data tekanan, suhu, dan kelembapan relatif; posisi terlacak radiosonde sebenarnya disebut pengamatan rawinsonde dan digunakan untuk mendapatkan kecepatan dan arah angin.
Namun, ahli meteorologi dan pengguna data lainnya sering menyebut parameter tersebut sebagai bagian dari pengamatan radiosonde.
Radiosonde ini diterbangkan ke atmosfer dengan menggunakan balon yang terbuat dari karet dan diisi dengan gas helium atau hidrogen.
Ketinggian maksimum yang bisa dicapai oleh balon itu tergantung dari ukuran dan ketebalannya. Biasanya ukuran balon berkisar antara 150-3000 gram. Ketika balon naik ke atas (karena tekanan udara berkurang), balon itu akan pecah karena tekanan udara di dalamnya lebih tinggi.
Radiosonde ini mengirimkan data tentang cuaca di udara tinggi ke komputer di bawah menggunakan sinyal radio secara langsung. Biasanya setelah radiosonde diterbangkan, alat itu menghilang dan tidak pernah ditemukan lagi.
Diagram Aerologis
Di Indonesia diagram yang digunakan adalah jenis diagram aerologis. Diagram tersebut merupakan transformasi fungsi tekanan (p) dan volume spesifik (v).
Dalam diagram aerologsi tersebtu berisi minimal 5 set garis isoplet yaitu, isobar, isoterm, garis adiabatik kering, garis adiabatik basah dan garis perbandingan campuran jenuh tetap.
1. ConvectionCondensation Level (CCL)
2. Lifting Condensation Level (LCL)
3. Level of Free Convection (LFC)
4. Tropopause Level
5. Freezing Level,
6. Convection Avaliable Potential Energy
7. Potential Temperature
8. Convection Temperature
9. Precipitable Water
10. Lifting Condensation Level (LCL)
11. Level of Free Convection (LFC)
12. Tropopause Level
14. Convection Avaliable Potential Energy
15. Potential Temperature
16. Convection Temperature
17. Precipitable Water
Referensi:
- https://www.noaa.gov/jetstream/upperair
- https://cdn.pixabay.com/photo/2017/03/02/06/40/hot-air-balloon-2110514_1280.jpg
- https://www.ux1.eiu.edu/~jpstimac/1400/stability.html
- https://radiosondemuseum.org/what-is-a-radiosonde/
- https://digitalatlas.cose.isu.edu/clima/imaging/clddev.htm
1 Comments
Canggih banget ya
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.