 |
Helen Weidner menerima penghargaan masa kerja 20 tahun dari National Weather Service (NWS). Helen telah menjadi Pengamat Koperasi NWS resmi untuk stasiun Spring Branch 2SE. Ia telah mengukur, mencatat, dan melaporkan curah hujan harian dan data cuaca untuk Spring Branch sejak 1 Agustus 1997 Gambar: https://www.weather.gov/ewx/coop |
Climate4life.info - NOAA dengan Superkomputer Masih Mengelola Pengamatan Iklim Manual
Pengamatan Iklim Manual di Era Digital
Dalam era teknologi canggih dengan kehadiran superkomputer dan otomatisasi, pengamatan iklim manual ternyata masih menjadi bagian penting dalam pemantauan iklim global.
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melalui Cooperative Observer Program (COOP) tetap mengandalkan jaringan pengamat cuaca warga untuk mengumpulkan data presipitasi, suhu, dan fenomena cuaca lainnya.
alert-success
Hal ini membuktikan bahwa kombinasi antara teknologi modern dan metode tradisional tetap relevan dalam dunia meteorologi.
Cooperative Observer Program (COOP)
Cooperative Observer Program (COOP) adalah jaringan pengamat cuaca warga yang dijalankan oleh National Weather Service (NWS) dan National Centers for Environmental Information (NCEI) di Amerika Serikat.
Program ini melibatkan lebih dari 8.700 sukarelawan di 50 negara bagian serta berbagai wilayah lainnya.
Setiap hari, mereka melaporkan berbagai kondisi cuaca, termasuk suhu maksimum dan minimum harian, total curah hujan dalam 24 jam (termasuk salju), serta kejadian cuaca signifikan yang dicatat dalam log pengamatan.
Proses Pengumpulan dan Analisis Data
Stasiun cuaca COOP tersebar di berbagai lokasi seperti pedesaan, perkotaan, lahan pertanian, taman nasional, pantai, hingga puncak gunung.
Pengamatan dilakukan dengan alat manual seperti rain gauge (pengukur hujan), thermometer, dan snowboard untuk mengukur ketebalan salju. Data harian dikirimkan secara elektronik atau melalui telepon, sementara laporan bulanan dapat dikirim melalui surat atau email.
Setelah dikumpulkan, data awal dianalisis oleh kantor NWS setempat sebelum akhirnya disimpan dan diverifikasi oleh NCEI. Meskipun data ini diperoleh secara manual, sistem verifikasi menggunakan teknologi canggih untuk memastikan kualitas data tetap terjaga.
Keterbatasan Pengamatan Manual dan Peran Otomatisasi
Meskipun COOP merupakan tulang punggung jaringan observasi klimatologi di AS sejak tahun 1890, metode pengamatan manual memiliki keterbatasan.
Data yang dikumpulkan hanya berupa ringkasan harian dan tidak bersifat kontinu (real-time). Selain itu, keterbatasan sensor dan faktor subjektif dalam pengamatan juga menjadi tantangan tersendiri.
Untuk mengatasi hal ini, sejak tahun 1990-an NOAA mulai melengkapi jaringan COOP dengan stasiun cuaca otomatis.
Program tambahan seperti Citizen Weather Observer Program (CWOP) dan Community Collaborative Rain, Hail and Snow Network (CoCoRaHS) turut membantu meningkatkan kepadatan data pengamatan.
Selain itu, mesonets—jaringan pengamatan cuaca skala regional—juga digunakan untuk melengkapi data dari stasiun utama yang biasanya berlokasi di bandara.
Pengamatan Iklim Manual di Indonesia
Di Indonesia, BMKG juga memiliki jaringan yang serupa. Lebih dari 2000 pengamat hujan tersebar di seluruh Indonesia.
Umumnya, para pengamat ini terdiri dari masyarakat, petani, penyuluh pertanian, dan pihak-pihak yang secara sukarela membantu pengamatan hujan. Data yang dikumpulkan digunakan untuk berbagai keperluan, seperti analisis iklim, prediksi cuaca, dan mitigasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan.
Dengan jaringan pengamatan yang luas dan beragam, BMKG mampu menyediakan informasi curah hujan yang lebih akurat dan mendetail, terutama untuk daerah-daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh stasiun cuaca otomatis.
Data yang dihimpun oleh pengamat hujan manual ini juga menjadi bagian penting dalam memahami pola curah hujan dan perubahan iklim di Indonesia.
BMKG pernah memberikan penghargaan kepada enam pengamat iklim terbaik karena dinilai konsisten melakukan pengamatan selama lebih dari 30 tahun.
Berikut adalah tabel penghargaan kepada enam pengamat iklim terbaik dari BMKG:
No |
Nama |
Keterangan |
1 |
Sofyan Dahlan |
Pengamat di Pos Sicincin, Sumatera Barat sejak 1976. |
2 |
Sugiyarto |
Pengamat di Pos Stasiun Klimatologi Semarang sejak 1985. |
3 |
Iskandar |
Pengamat di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbawa sejak 1987. |
4 |
Norma Manimpurung |
Pengamat di Pos Hujan Pinolosian, Sulawesi Utara sejak 1996. |
5 |
Ismat |
Pengamat di Pos Hujan Staklim Banjarbaru, Kalimantan Selatan sejak 1987. |
6 |
Suparlan |
Pengamat di Pos Hujan Staklim Karangploso, Malang sejak 1983. |
Mereka dipilih dari 55 nominasi yang diajukan oleh 29 UPT BMKG sebagai pengamat iklim terbaik karena konsistensinya dalam melakukan pengamatan lebih dari 30 tahun.
Kesimpulan
Meskipun teknologi superkomputer semakin canggih dalam memproses data cuaca, NOAA tetap mempertahankan sistem pengamatan hujan manual melalui program COOP.
Hal serupa juga diterapkan di Indonesia melalui jaringan pengamat hujan BMKG. Kombinasi metode tradisional dan otomatisasi memberikan data yang lebih kaya dan akurat, sehingga meningkatkan pemahaman terhadap variabilitas iklim jangka panjang.
Dengan demikian, pengamatan cuaca berbasis warga masih memiliki peran penting dalam dunia meteorologi modern.
Sumber:
https://www.weather.gov/box/coop
0 Comments
Terima kasih atas komentarnya. Mohon tidak meletakkan link hidup yah.